H-4 audisi. Aku
belepotan dengan beat cajon-ku. Oiya,
Kawan, jadi setelah tragedi Trio Kwek Kwek dan band kelas ini menjadi band
akustik, aku jadinya memainkan alat musik cajon.
Cajon itu semacam alat musik ritmis pengganti beat drum dalam permainan
akustik. Bentuknya kotak, mempunyai lubang di salah satu sisinya untuk
mengeluarkan suara. Cara memainkannya yaitu kalian duduk di atasnya, lalu
menepuk sisi yang berlawanan dengan lubang tadi dengan tangan.
Untuk menghasilkan suara
yang berbeda antara suara bass dan snare drum, cara yang paling mudah
adalah menepuk area yang berbeda di sisi kotak yang berlawanan dengan lubang
tadi. Pengetahuan secuil itu aku dapatkan setelah les singkat (baca : nonton)
di youtube saat aku menginap di rumah
Rio.
Lagu kedua kami
memiliki warna berbeda, sedikit nge-pop.
Dan ini yang membuatku belepotan. Beat-nya berbeda, dengan lebih banyak suara snare yang di-syncope. Syncope itu
kira-kira beat setengah ketukan. Jadi jika biasanya kita memukul alat musik
ritmis waktu tepat saat ketukan berdentum, maka syncope itu kita memukulnya saat diantara kedua ketukan berdentum.
Bagiku bukan masalah syncope-nya, namun lebih karena beat snare yang di- syncope. Jika bukan beat
snare yang di- syncope , melainkan beat bass-nya
yang di- syncope, maka aku pikir
tidak akan terlalu membuatku kerepotan.
Menurutku, untuk
menghasilkan warna lebih rock atau dark,
maka mainkan pada variasi beat bass.
Namun untuk menghasilkan warna yang lebih pop atau soft, maka mainkan pada variasi beat snare. Semua informasi itu hanyalah menurutku, Kawan, aku tak
mengerti teori yang sebenarnya. Bisa dibilang itu semua bualan tak berdasar.
Itulah akibat dari pembelajaran otodidak yang berkemampuan setengah-setengah.
Namun inti dari semua
itu adalah aku belepotan mengejar ketertinggalan, terseok-seok di belakang.
******
Hari H audisi. Audisi
ini bertempat di studio musik yang dekat dengan Jl. Arief Rahman Hakim dan
dekat dengan Circle K, namun yang paling penting, adalah dekat dengan rumahku.
Kami mendapat urutan
nomor satu untuk tampil terlebih dahulu di hadapan para juri. Bagus sih karena
tampil dengan urutan awal itu berarti para juri masih fresh untuk mendengarkan musik. Beda jika mendapat nomor urut
akhir-akhir, juri sudah bosan. Namun, menurutku tampil nomor urut satu tidaklah
ideal. Karena pressure-nya besar
sekali.
Ini tidak bagus bagi
kami. Aku bisa merasakan kawan-kawanku yang luar biasa ini juga merasa ter-pressure dengan hebat. Mengingat aku
masih juga sedikit belepotan, maka besar kemungkinan aku menjadi penyebab utama
target kami tak tercapai. Oke, aku akui, akulah sebenarnya yang ter-pressure dengan hebat dan gemeter tidak karuan.
Bagaimanapun juga,
mendapat urutan nomor satu merupakan kesalahan kami. Karena waktu TM kami
dengan wajah tidak bersalah datang terlambat. Jadilah kami mendapat urutan
nomor satu untuk tampil dihadapan juri.
Singkatnya kami sudah
di dalam studio dan siap tampil di hadapan juri. Dinsa dan Cana memecah
ketegangan dengan perkenalan singkat. Jika mungkin sahabat-sahabatku yang luar
biasa ini mempunyai target masing-masing untuk tampil total, sedikit
improvisasi, atau bahkan dengan sedikit gerakan badan agar terlihat keren, maka
targetku hanyalah untuk tidak membuat kesalahan. Semudah itu. Mudah dikatakan
namun setengah mati sulit dilakukan.
Lagu pertama kami
adalah TikTok by Ke$ha. Lagu ini diawali dengan intro aransemen buatan Rio.
Intro ini keren dengan beat yang menghentak dan banyak sekali syncope di dalamnya. Daya tarik utama
intro ini pada syncope-nya dengan
variasi setengah hingga dua per tiga ketukan. Membutuhkan waktu kurang lebih
seminggu bagi kami hanya untuk menghasilkan permainan yang bersih dari intro
ini.
Ketika intro ini
lewat, maka muncul intro asli dari lagu TikTok. Tak berlebihan ku katakan jika
transisi dua intro ini pasti membuat para juri manggut-manggut. Lalu ketika
para juri dan beberapa panitia yang di dalam studio mulai menikmati musik,
tiba-tiba secara serentak kami berhenti, dan serta merta-merta kedua vokalis
kami yang mengambil alih mencuri perhatian para juri dengan suara merdu mereka.
Verse dan refrain pertama lagu ini
kami buat biasa saja. Ini disengaja karena kami sudah menduga bahwa intro kami
sudah cukup kuat untuk mengejutkan para juri. Lagi pula kami menyimpan kejutan
kecil setelah ini.
Ketika memasuki bagian
refrain kedua dan ketika para juri
menduga bahwa tidak ada perubahan, tiba-tiba saja alunan musik berubah! Irama
melompat-lompat seperti menaiki kuda merubah genre lagu ini. Irama country
masuk dengan nyanyian refrain lagu
yang asli diselingi backing vocal
Cana yang melantunkan teriakan khas koboi. Para juri terkejut.
Irama melompat-lompat
ini dibarengi dengan petikan gitar khas Ivan, lalu diselipi isian melodi gitar
dari Rio. Tak cukup di situ, irama ini terasa semakin terasa dengan ketukan
cepat Made memainkan maracas. Alunan cajon-ku berubah, aku memukul snare
dan bass bergantian satu-persatu
dengan cepat mengikuti ketukan maracas
Made. Cana membantuku memberikan warna country
dalam permainan cajon-ku ini. Dan
saat latihan dulu, aku sempat belepotan dengan irama ini.
Sekejap semua
terkejut, lalu dengan cepat saja refrain
itu selesai. Disambung dengan bridge sebentar, lalu semua menjadi diam. Hening.
Mengejutkan, memberi waktu para juri bernapas, lalu masuk dengan elegan suara
vocal dari Dinsa diiringi rhythm
gitar Ivan yang mengalir lembut.
Semua dinamika naik
turun yang mengejutkan itu pasti membuat semua orang di dalam studio terpana.
Walaupun wajah mereka menunjukkan rasa acuh. Namun aku yakin, ini pasti membuat
mereka terkejut.
Suara Dinsa yang sudah
tak perlu lagi diragukan kualitasnya, diiringi rhythm dari Ivan, perlahan-lahan semakin keras dinamikanya. Lalu
perlahan-lahan masukklah gitar Rio, Made, dan aku. Semakin keras dan semakin
keras. Lalu semua alat musik berhenti, dan hanya suara Dinsa yang melolong
sendirian memberi fill-in.
Ketika itulah, Rio,
memainkan satu chord baru untuk
mengawali overtune. Overtune itu semacam menaikkan nada dasar
dalam lagu, Kawan. Lalu masuklah refrain
yang di-overtune itu diiringi semua
alat musik yang ada, gitar, cajon,maracas, dan tamborin. Meriah dan ramai.
Penuh gairah suasana senang dan mempesona. Lalu setelah overtune itu, lagu pertama kami usai ditandai dengan lengkingan suara
Cana dan Dinsa yang elegan.
Juri pun terpesona.
Panitia terpesona. Kawan-kawanku bahagia. Namun, aku setelah ini akan merana.
Kami pun bersiap
memainkan lagu kedua kami. Kawan, inilah yang membuat ku kawatir. Tak genap
empat hari aku belajar lagu ini. Dan gladi bersih terakhir pun aku masih
merasakan tanganku masih kaku.
Made mengambil gitar
dan memberikan tamborin dan maracas padaku.
Di lagu kedua ini, Made memang bermain gitar. Saat pertama kali aku mengetahui
bahwa Made memainkan gitar pada lagu kedua ini, aku kawatir suara alat musik
ritmis akan tertutupi. Namun, karena kawan-kawanku yang lebih berpengalaman ini
tidak menunjukkan sikap keberatan, maka kusimpulkan bahwa semua akan baik-baik
saja. Tapi ternyata…..kenyataannya memang seperti itu, semua baik-baik saja.
Ketika aku ingin
meminta waktu untuk menenangkan diri sebentar, Rio sudah masuk dengan intronya.
Terlambat bagiku, perahu sudah berlayar dan
tidak mungkin kembali berlabuh dalam waktu dekat. Siap tak siap, inilah
aku yang belum terlalu siap.
Intro ini spesial
sekali, jika kau dengarkan secara seksama, maka akan terdengar seperti intro
lagu Sweet Child of Mine milik Guns n’ Roses dan melodi dari lagu Just The Way
You Are milik Bruno Mars yang dicampur menjadi satu. Tak bisa dikatakan dengan
kata-kata. Menghasilkan aransemen melodi ini pun pasti sangat sulit. Jika kau
ingin tahu seperti apa, bisa kalian cari di Youtube.
Awalnya intro dari Rio
berlari sendirian, lama-lama diikuti suara maracas
yang aku mainkan. Semakin lama dinamika semakin naik, Ivan dan Made masuk
dengan suara gitar masing-masing. Lalu Aku pun juga masuk dengan cajon-ku.
Beat Sweet Child of
Mine yang rock, diubah menjadi beat yang lebih soft dan pop. Itu dikarenakan
karena maksud kami yang akan menggabungkannya dengan lagu Just The Way You Are
milik Bruno Mars.
Tak kurang dari satu
hari penuh aku membiasakan diri dengan beat ini. Dan inilah beat yang aku sebut
banyak syncope pada suara snare drum-nya. Ini pula yang membuatku
belepotan selama empat hari. Bahkan, saat gladi bersih kemarin, tanganku masih
kaku melakukannya.
Dan lagi-lagi, Cana
yang menemukan beat ini dan mengajarkannya padaku. Nilai moralnya, entah
mengapa Cana sering kali menyulitkanku dengan beat-beat yang ia ciptakan.
Walaupun aku akui, beat-nya keren, dan tak sembarang orang bisa membuatnya.
Untungnya, saat audisi
ini, tanganku….masih kaku. Aku berusaha mati-matian agar tak kehilangan tempo
dan beat. Fill-in yang sudah aku latih dan aku urutkan selama dua hari latihan
terakhir, serta merta lenyap. Akhirnya aku masukkan fill-in sesuka hati, asal
tidak salah.
Dibeberapa bagian,
bagi orang yang hanya memerhatikan suara cajon,
maka akan terdengar aneh. Mereka pasti berkata, “Kok fill-in nya pembagiannya
tidak sama?” Atau, “Lho, antara bar pertama dan bar kedua kok urutan fill-in
nya beda?” Hahaha, apa daya ku, Kawan.
Tangan ini sudah diluar kehendak. Jika dipaksakan, bisa-bisa bubar dan tidak
pas ketukannya.
Hal yang spesial
setelah ini akan terjadi. Setelah melewati refrain
Sweet Child of Mine, serta merta musik memasuki intro lagi yang dibawakan
oleh Rio. Lalu setelah intro yang mengalun lembut itu, masuklah verse pertama lagu Just The Way You Are.
Sama seperti lagu
sebelumnya, verse dan refrain pada lagu Just The Way You Are
ini kami buat biasa saja. Karena lagi-lagi, kami menyimpan kejutan kecil. Toh,
bagaimanapun juga, me-medley kedua
lagu tadi juga sudah merupakan kejutan yang tak terduga.
Selepas refrain, kami memainkan sejumlah chord dengan aliran yang lebih rock. Semua suara menjadi lebih keras
dan tajam. Dan ketika alunan rock ini mulai mencapai puncak, semua alat musik
terdiam. Dinsa serta merta menyanyikan nada-nada sendiri dengan suaranya.
Setelah itu, Rio dengan gitarnya menirukan nada-nada yang dinyanyikan Dinsa.
Begitu mempesona.
Selepas itu, alunan
rock itu kami mainkan kembali. Lalu diam, hening kembali, semua alat musik
diam. Cana kali ini yang menyanyi sendiri dengan nada-nada yang ia ciptakan.
Lalu Ivan kali ini yang menggarap dan menirukan nada-nada Cana.
Kami ulangi lagi,
alunan rock, suara Dinsa, lalu Rio menirukan. Alunan rock lagi, suara Cana,
lalu Ivan menirukan. Kawan, nada-nada yang ditirukan tadi itu seperti
penampilan para musisi Jazz yang biasanya improvisasi tak jelas tapi hasilnya
luar biasa mempesona dan mencengangkan.
Lalu setelah itu,
semua menjadi membahana, semua alat musik dimainkan dengan keras, Made memberi
melodi pada bagian ini dengan lagu dari Coldplay. Mungkin bagimu terdengar
ganjil, tapi jika kau lihat dan dengar sendiri, maka tak berlebihan ku katakan
bahwa ini sebenarnya medley dari tiga
lagu!
Setelah melodi dari
Made itu, kembali lagi kami memainkan overtune.
Refrain dari Just The Way You Are
kami mainkan dengan menaikkan satu tangga nada. Semua membahana, Cana
memberikan backing vocal dari lagu
Sweet Child of Mine yang semakin menegaskan medley
kedua lagu ini.
Lagu ini berakhir
dengan nada dari Sweet Child of Mine yang dibuat lembut dan hanya menonjolkan
suara Cana dan Dinsa. Alat musik yang lain mengalir pelan mengiringi suara
merdu mereka berdua. Dan ketika mencapai lirik terakhir, pada bagian suku kata
terakhir, kami memainkan chord terakhir pada lagu itu berulang-ulang. Lalu dengan aba-aba ku, semua berhenti dan
berakhirlah lagu ini dengan meninggalkan kesan yang luar biasa mendalam.
Setelah penampilan kami
itu, kami keluar studio. Kami duduk-duduk di sofa depan studio dengan senyuman
tertungging elegan di semua wajah kawan-kawanku ini. Mereka bercerita
kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi, tertawa, dan tak habis pikir dengan apa
yang telah kita lewati begitu luar biasa.
Hampir tiga puluh
menit kami bercerita apa yang terjadi di studio tadi. Dan kesimpulan dari
cerita kami itu adalah kami puas dengan penampilan kami tadi. Setidaknya kami
telah memberikan standar tinggi bagi band-band yang lain.
Lelah kami bercerita,
sekarang perut kami yang rewel. Makan. Itulah target kami selanjutnya. Untungnya
target kami yang ini cukup mudah.
Segera saja, kami
mampir ke Circle K. Dan sebagaimana bisa ditebak, kami yang cowok tidak beli
apa-apa. Bagi kami ini hanyalah transit
sebentar sebelum makan yang sesungguhnya. Seperti harus mampir dulu ke
Singapura sebelum menuju Makkah dari Surabaya. Karena kami setelah ini akan
menuju Soto Cak Har di daerah MERR Surabaya. Jadi kami para cowok praktis hanya
menemani yang cewek untuk beli-beli makanan ringan sebentar.
Namun dugaanku salah, Made
ternyata juga membeli snack. Besar
curigaku Made bukan dari anggota kami yang cowok. Mungkin Made yang sekarang
bukanlah Made yang dulu aku kenal.
Segera saja setelah
cerita snack-snack itu, kami meluncur ke Soto Cak Har. Kami
makan soto di sana, bukan makan nasi Padang yang seperti kalian duga. Kami
bercerita ngalor-ngidul sambil makan,
bersenda gurau, galau akan nanti hasil audisinya bagaimana, dan lain
sebagainya. Lalu setelah itu kami kenyang dan kembali ke studio untuk melihat
hasil audisi.
Sesampainya di sana,
pengumuman belum keluar. Sebagaiamana yang telah kuceritakan pada mu, Kawan,
hasil ini sangat penting. Semakin tinggi kau memperoleh poin, maka semakin
besar kemungkinanmu untuk memilih waktu tampil. Dan lagi-lagi, hasil perolehan
poin ini juga dibagi tiap angkatan. Jadi poin yang diperoleh band kelas X tidak
saling berkaitan dengan poin yang diperoleh dengan poin band kelas XI atau band
kelas XII. Jadi tiap band bersaing dengan band angkatannya masing-masing.
Tak lama setelah itu,
pengumumang keluar. Kau tahu hasilnya, Kawan? Benar kau ingin tahu? Ah, Kawan,
luar biasa sekali, kami, Made by The 90’s, band kelas yang unik, sempat diujung
tanduk, dan penuh intrik kecil ketika menentukan lagu ini, dengan izin Allah
memperoleh poin terbanyak dari angkatan kelas XII dan memperoleh poin terbanyak
ketiga di klasemen keseluruhan.
Lihatlah kawan-kawanku
yang luar biasa ini, bukankah mereka hebat, Kawan? Maka dengan itu, cukuplah
bagi kami mendapat kehormatan pertama untuk memilih waktu tampil. Dan
sebagaimana yang telah kami targetkan, kami ingin tampil prime time. Kami memilih tampil pukul 21.30 di acara MPDK yang
keren itu.
******
Eforia karena telah
mencapai target tidak serta merta membuat kami terlena. Target kami berikutnya
telah menanti. Tampil di acara MPDK dengan elegan.
Kami ingin menampilkan
lagu baru pada acara tersebut. Karena kami telah bosan dengan not-not dan
nada-nada dengan lagu-lagu kami sebelumnya. Puluhan kali kami telah memainkan
not-not itu selama latihan. Bisa bebal pikiran orang jika harus memainkan lagu
yang sama puluhan kali.
Seperti biasa, vokalis
kami yang akan memilih lagu-lagu baru tersebut. Namun tetap saja, memilih lagu
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, satu hari sebelum latihan
pertama pasca audisi, aku masih belum tahu lagu baru yang akan kita mainkan.
Dan keesokannya,
ketika latihan pertama di rumah Dinsa itu, aku baru tahu bahwa kita akan
memainkan lagu Treasure milik Bruno Mars dan ini merupakan rekomendasi Dinsa.
Aku sebenarnya tidak tahu lagu itu seperti apa, bahkan aku baru mendengarkan
lagu itu saat latihan pertama itu. Ini sangat katrok sekali, Kawan. Tapi
biarlah. Biarlah seperti itu.
Lalu tiba-tiba saja, temanku
Dirham Akbar Aksara, yang biasa dipanggil Dede, dari kelas XII-5 datang ke
rumah Dinsa. Dan baru aku tahu juga jika ternyata kami mempunyai rencana untuk
menambah bassist dan akan
menjadikannya dalam penampilan kami seperti featuring.
Seperti Made by The 90’s featuring
Dirham Akbar Aksara.
Oke, aku baru tahu
masalah featuring-featuring ini juga
pada saat latihan pertama ini. Timbul pertanyaan di otakku, ini aku yang tidak
ikut rembukan atau memang aku yang tidak mobile
connection-nya? Aku tidak tahu. Aku juga tidak serta merta tanya-tanya kok
aku baru tahu ini-itu. Itu perbuatan bodoh, Kawan. Aku ikut saja.
Kami mempunyai ide
untuk menambahkan suara bass karena lagu
Treasure ini memiliki irama yang mirip-mirip dengan disco. Begitu asik untuk bergoyang dan memiliki kharisma untuk
meramaikan suasana. Mungkin permasalahannya adalah banyak orang yang belum
mengenal lagu ini. Namun itulah tujuan kami, kami ingin memainkan sebuah lagu
yang asik dan membuat penonton terpukau, lalu bertanya-tanya lagu siapakah ini.
Jadi kami ingin orang mengenal lagu ini karena penampilan kami. Proyek ambisius
ini luar biasa hebat.
Namun kami masih
menemukan lagu pertama. Kami belum menemukan lagu kedua. Sama seperti
sebelumnya, menentukan lagu bukanlah permasalahan mudah. Sebagian setuju yang
ini, namun sebagian tidak. Hingga akhirnya H-5 MPDK diputuskan kami akan me-medley semua lagu audisi. Edan!
Dua hingga tiga kali
kami latihan bersama Dede untuk lagu Treasure ini. Kami juga sudah klop dengan
permainan bass Dede. Lalu permasalahan
datang. Sempat muncul ide untuk sekalian saja tampil band, karena dengan suara bass dan irama disco itu akan lebih
terasa dengan beat drum.
Semua menimbang ide
itu. Aku terdiam sendiri. Tragedi Trio Kwek Kwek Kwek terbayang di kepalaku. Memang
sempat ku katakan padamu bahwa aku ingin mencoba sekali lagi posisi drum.
Lagipula irama disco ini tidak terlalu sulit, beat-nya cukup mudah, hanya perlu
variasi permainan pada tangan di hi-hat dan simbal drum. Aku juga sudah
berlatih drum lagi selama memainkan cajon
ini.
Semua masih menimbang.
Hati kecilku ingin mencoba namun juga sangsi akan permainan ku nanti. Hingga
akhirnya, keputusan kami tetap bermain akustik dengan menggunakan cajon. Dan menurutku inilah adalah
keputusan terbaik.
Tak sampai disitu, permasalahan
kami yang lain mulai menunjukkan gelagatnya. Dede sudah terdaftar dalam band
lain, dan sebagaimana yang telah kau tahu, Kawan, tidak boleh seorang siswa
tampil dalam dua band berbeda. Menurutku ini peraturan yang konyol, karena ini
lagi-lagi merugikan diriku. Sangat subjektif sekali.
Sebenarnya bisa saja
kami cuek dengan peraturan itu, lagipula kami hanya ber main dengan Dede pada
satu lagu. Namun, H-3 Dede memutuskan untuk tidak ikut karena masalah pribadi.
Kami mengerti, dan kami merelakan kepergian Dede. Itu artinya sekarang, kami
harus mencari seorang bassist baru
yang freelance dan bisa ikut latihan
dengan kami dengan sisa waktu H-3. H-3, Kawan!
Aku, Rio, Ivan dan
Made berada di sekolah bersama Dede ketika keputusan bulat Dede itu terlaksana.
Suasana menjadi frustasi dan kelam. Kami berempat bersama Dede akhirnya mencari
bassist baru di sekolah saat itu
juga. Cukup lama kami tidak menemukan, hingga kami akhirnya berhenti di depan
pendopo sekolah. Suasana masih sangat frustasi.
Di depan pendopo
sekolah, kami bertemu Habibur Rahman kelas XII-3. Habib adalah panggilannya.
Kami menceritakan kesulitan kami, dan dia mengerti. Dia sebenarnya ingin
membantu, namun apa daya, dia juga sudah terdaftar dengan band lain, satu band
dengan Dede.
Tiba-tiba saja
Erlangga Arbi Prakoso, biasa dipanggil Angga atau Tiwul, berjalan dekat kami.
Lalu Habib berceletuk sambil memanggil,
“Jaken arek iki po’o.
Weh, wul!” (Ajak anak ini aja. Eh wul!)
Singkat cerita, kami
menceritakan permasalahan kami pada Tiwul, ehm, lebih enak Angga saja. Oke,
jadi kami menceritakan permasalahan kami pada Angga. Lalu pada akhirnya kami
juga mengajak Angga untuk mengisi posisi Dede. Angga ragu karena ini H-3. Namun
aku yakin ia pasti bisa, aku mengenalnya sejak SMP dulu dan ia memang seorang bassist handal yang tidak berkemampuan
setengah-setengah seperti ku.
Kami mendesaknya, Habib
pun ikut memanas-manasi. Dan akhirnya Angga luluh juga. Dia bergabung. H-3,
Kawan! H-3! Kekuatan dari sebuah proyek ambisius, saat semuanya seperti
terlihat kacau dan frustasi, dengan izin Allah semua kembali normal. Seperti
seberkas cahaya mentari yang terang di sela-sela awan yang telah mengalami
badai hebat.
Hari itu juga kami
meluncur ke rumah Dinsa untuk latihan dengan Angga. Ngomong-ngomong tentang
badai, kami kehujanan saat pergi ke rumah Dinsa. Diperjalanan aku menghubungi
Dinsa yang sedang menunggu Cana di Grand City, salah satu mall di Surabaya. Ku katakan padanya bahwa Dede fix tidak jadi ikut, dan kami
mendapatkan Tiwul untuk mengisi posisinya.
Dinsa tak mengerti.
Tiwul itu siapa? Makanan atau orang sih? Pasti itu yang ada dipikirannya. Aku khilaf. Seharusnya aku perkenalkan saja
Tiwul itu sebagai Angga. Terus aku jabarkan Angga itu anak XII-2, yang bla bla
bla, yang bla bla bla, dan bla bla bla, hampir rinci sekali ku jabarkan. Namun
Dinsa tak membalas, besar curigaku dia tetap tak tahu Angga itu yang mana.
Padahal, sudah lelah aku bersusah payah menjabarkan seperti itu tadi.
Sesampainya di rumah
Dinsa, kami latihan. Dinsa dan Cana sepertinya canggung dengan Angga. Begitupun
sebaliknya. Namun kami yang cowok biasa saja. Karena Ivan dan Made sering cangkruk bersamanya, Rio juga pasti
pernah berkomunikasi dengannya saat sama-sama menjadi ketua kelas X dulu, dan
aku sendiri sudah mengenalnya sejak SMP.
Latihan berjalan
lancar, Angga dalam setengah hari penuh latihan bersama kami telah bisa menguasai
lagu Treasure itu. Itulah bukti nyata bahwa Angga bukanlah setengah-setengah.
Akhirnya, jadilah Made by The 90’s featuring
Erlangga Arbi Prakoso.
******
Hari H MPDK. Aduh,
Kawan, entah mengapa di mana pun aku berada terasa panas. Tak henti-hentinya
badan ini gemetar dan keringat bercucuran. Bukan karena aku sakit, namun karena
tegangnya luar biasa. Dag dig dug. Dag dig dug. Rasanya seperti hari pertama
jalan bareng pacar atau gebetan. Itu perumpaan yang biasanya sering digunakan
orang-orang. Aku hanya menjiplak saja.
Acara perpisahan ini
pada malam hari, namun pada siangnya kami harus check sound terlebih dahulu. Kami
pun datang ke gedung yang akan digunakan perpisahan malam nanti. Dan sialnya,
aku lupa membawa STNK, alhasil aku tidak bisa parkir. Salah satu tindakan yang
paling tidak perlu yang pernah terjadi dalam hidupku.
Namun untungnya semua
itu beres. Kami berhasil check sound walaupun kami sedikit tidak puas dengan
servis dari pihak sound system. Lalu
akhirnya kami pulang menuju rumah masing-masing dan kembali pada malam hari
untuk tampil.
******
Malam perpisahan kami
bertempat di ICBC The Square Ballroom Jl. Basuki Rahmat, dekat sekali dengan
pusat kota. Ehm, mungkin itu sudah pusat kota sebenarnya, hehe. Sama seperti yang
aku deskripsikan, hall yang luas, megah, dekorasi cantik dengan panggung warna
perak elegan, berkarpet beludru merah tebal dengan sedikit ornament emas yang
meilingkar-lingkar, dan sangat pas sekali jika ditemani alunan musik akustik.
Aku bersama Rio datang
jam setengah delapan malam. Kali ini aku tidak lupa membawa STNK, jadi aku bisa
parkir dengan mudahnya. Dan bagi ku, datang jam setengah delapan malam ini
entah mengapa cepat sekali menuju pukul 21.00. Tak terasa kami akan tampil, dan
kami pun bersiap.
Setelah kami menunggu
beberapa saat di backstage, MC
memanggil nama band kami,
“Made by The 90’s!”
dengan penuh semangat.
Kami, kecuali kedua
vokalis kami, berhamburan masuk menuju panggung mempersiapkan alat musik. Ivan
dengan gitarnya, Angga dengan bass-nya,
Rio dengan gitarnya dan gitar Made, aku dengan cajon dan alat perkusi Made. Made sendiri, dia stand up comedy di
depan sambil menunggu alat musik kami siap.
Saat itulah semua
teman kelas kami maju mendekati panggung untuk melihat aksi kami. Oh, betapa
senangnya hatiku. Dag dig dug-ku secara ajaib lenyap. Lalu dengan sendirinya
muncul rasa enjoy dan tenang dalam
diriku. Namun rasa ini juga membuat ku khawatir, salah-salah jika terlalu enjoy dan tidak fokus aku bisa membuat
kesalahan. Namun, kehadiran mereka semua sangat membantu rasa percaya diriku. Lalu
dibelakang teman-teman kelasku, berdiri seluruh teman cowok kami dari semua
kelas, sungguh jiwa Smalane sejati.
Made selesai dengan
aki stand up comedy-nya, lalu duduk di sampingku bersiap memainkan alat
perkusinya. Sejenak setelah itu, dengan aba-aba dari Rio, kami masuk dengan
intro kami. Intro yang aku sebut menghentak dan penuh dengan syncope itu, Kawan. Kedua vokalis kami
belum masuk, dan pasti ini membuat para penonton heran.
Lalu setelah intro menghentak
itu, masuklah ke intro lagu TikTok, dan saat itulah kedua vokalis kami masuk.
Semua pasti terpana dengan suara mereka berdua berteriak-teriak menyapa
penonton dengan ayu.
Seperti telah ku
katakana padamu, Kawan, belumlah kami selesai dengan lagu kami, kami sudah
menarik para penonton dengan kedua vokalis kami. Belum lagi dandanan mereka
berdua yang tentu lebih cantik dari biasanya. Untuk masalah rambut yang di-buntel-buntel melingkar itu, pastilah
perlu waktu berjam-jam di salon.
Intro itu lewat, lalu
masuklah suara vocal mereka berdua yang merdu. Verse Tiktok kami buat persis seperti audisi, namun refrain pertama kami ini langsung kami
sambut dengan alunan melompat-lompat ala country.
Kau pasti masih ingat. Alunan yang membuat ku sengsara dengan beat buatan Cana
itu.
Ingat, performance kami ini merupakan medley dari tiga buah lagu! Oleh karena
itu, ada beberapa bagian yang kami potong, lalu kami sambungkan dengan bagian
lagu yang lain. Walaupun begitu, hasil medley
ini masih menyentuh waktu selama delapan menit!
Sangat menguras
tenaga. Namun lihatlah teman kelas kami yang telah berdiri di depan stage hanya untuk kami. Kami tak akan
menyerah.
Setelah irama
melompat-lompat itu, masuklah bagian di mana hanya suara Dinsa yang berbicara
dan semua alat musik secara perlahan mengiringinya. Semakin lama semakin keras
dinamikanya, lalu ketika sampai puncak semua berhenti dan hanya suara Dinsa
yang menjerit merdu memberi fill-in.
Setelah itu, kali ini
Ivan yang memberi nada chord baru,
dia mainkan chord itu beberapa saat
lalu akhirnya disambung intro Sweet Child of Mine yang dipetik dari gitar Rio.
Saat intro itulah, Made memberikan maracas
dan tamborin padaku lalu ia mengambil gitar yang telah siap di belakangnya.
Jika kau melihat videonya, pergerakan Made ini seperti master piece pertunjukan lagu ini.
Ketika intro mulai
mengeras dan beberapa alat musik ikut bergabung, Made dengan gitarnya juga ikut
bergabung. Namun gawat! Suara gitar Made terlalu keras dan menutupi suara alat
musik yang lain, bahkan bisa menutupi suara vocal. Kritis!
Aku yang di sebelah
Made dengan serta merta menurunkan volume pada gitar Made dengan salah satu
tanganku. Made harus masih tetap memetik gitarnya, karena jika dia berhenti dan
tiba-tiba saja suara yang ramai itu hilang, maka semakin kacau saja keadaan
kami. Ini sempat membuatku bingung dan kewalahan, untung saja tidak terjadi
kesalahan pada ujungnya.
Dan Dede, teman kami
yang baik hati ini juga tanggap dan membantu kami membetulkan sound dibelakang
kami. Tak terhitung betapa bersukurnya diriku dikelilingi teman-teman seperti
Dede ini. Lalu dengan sendirinya, suara yang dihasilkan oleh alat musik kami
kembali balance.
Cepat saja, hanya
sekali verse dan sekali refrain dari Sweet Child of Mine ini
dengan alunan yang lebih soft, lalu
disambung intro lagu Just The Way You Are. Salah satu bagian kreasi terpenting
kami, yaitu seperti para musisi Jazz yang berimprovisasi itu, tetap kami
tampilkan. Pasti tak terhitung kekaguman pada Rio dan Ivan yang berhasil
menirukan nada-nada dari dua vokalis kami.
Masuklah setelah itu
melodi dari Made dengan melodi lagu Sweet Child of Mine yang asli, bukan melodi
lagu Coldplay yang seperti sebelumnya. Overtune
lagu Just The Way You Are-pun
kembali kami tampilkan, lalu kami tutup dengan suara kedua vokalis kami yang
merdu dan serta merta membelah malam itu. Delapan menit yang sangat
mengagumkan! Dan kami yakin, kami telah memberikan kenangan tak terlupakan
kepada para penonton!
Setelah itu, kami
sedikit berganti formasi. Made yang ada di sampingku, bergeser agak ke tengah,
karena nanti di samping ku akan di isi Angga dengan bass-nya. Saat itu pula kedua vokalis kami memanggil nama Angga
yang telah menunggu. Angga naik ke panggung dan di sambut meriah oleh penonton.
Kawan, bagaimana mau tidak meriah? H-3!
Intro segera saja
masuk dari suara rhythm gitar Rio
ditemani dengan beat bass cajon ku yang ku pukul sedikit cepat dan
menghentak agar memunculkan kesan disco. Pertama mengalir pelan, semakin keras,
dan pada bar terakhir semua alat musik ikut sejenak lalu diam serentak! Kembali
setelah itu kedua vocalis kami yang mengambil alih.
Suara yang dihasilkan
benar-benar sangat ingin membuatmu bergoyang, dengar satu-persatu suara bass yang dibetot Angga tanpa ampun,
lalu diiringi melodi dari gitar Rio, dan ditemani suara gitar Ivan dengan
nada-nada miring yang pernah ku ceritakan. Semua sangat selaras dan saling
mengisi.
Lalu masuklah bagian refrain yang di mana ada satu bagian
yang aku suka. Selain suara perkusi Made yang memainkan syncope pada cowbell dan
tamborin pada alat perkusinya, bagian yang aku suka adalah saat akhir refrain. Alat musik dimainkan dengan
setengah ketukan beberapa kali secara bersamaan. Terdengar sangat menyenangkan
dan asik.
Lalu ketika memasuki verse kedua, kami memainkan alat musik
kami mengikuti ketukan tempo secara bersama-sama sebanyak tiga kali. Lalu
hening, dan aku memasukkan fill-in pada cajon
–ku ditengah-tengah ketukan, lalu semua kembali secara bersama dengan ketukan
yang sama. Begitu elegan dan mempesona.
Lalu ketika mencapai
bar berikutnya, ketika semua alat musik tengah bermain, dan suara vocal pada
saat puncak menghibur penonton, tiba-tiba semua berhenti, dan kali ini Angga
member fill-in dengan suara bass yang
khas. Saat itulah penonton menahan napas, dan kembali normal ketika semua alat
musik kembali bergabung.
Lalu kami kembali ke refrain. Setelah kami melewati akhir refrain yang elegan itu, kami memasuki
alunan beat bass cajon yang ditepuk
satu-satu dengan iringinan suara gitar yang lembut dan suara Cana dan Dinsa
yang mempesona. Alunan ini bertahan beberapa bar, lalu berganti dengan melodi
gitar dari Rio yang mengagumkan.
Setelah Rio beraksi,
kali ini giliran Angga. Dia memainkan not-not bass satu-persatu dengan irama yang menghentak cepat, dan aku ikut mengiringinya.
Setiap satu bar, Angga dan aku berhenti, lalu bar berikutnya diisi melodi dari
Ivan. Kami berdua ulangi not yang sama, setelah itu Made yang beraksi dengan
perkusinya. Kami ulangi lagi, lalu Ivan kembali memukau penonton dengan isian
melodinya lagi. Sama seperti kreasi kami tentang musisi Jazz itu, hanya saja
ini tidak melibatkan suara kedua vokalis kami.
Setelah itu, suara
kembali membahana. Semua alat musik masuk, dan ketika sampai puncak, kami
kembali ke refrain. Sedikit berbeda,
semua alat musik kembali diam dan hanya menegaskan ketukan refrain dan kami lebih menonjolkan suara kedua vokalis kami.
Lagu ini kami akhiri
dengan chord refrain yang kembali
diulang namun diisi suara senandung dari Cana dan Dinsa, berulang-ulang dan
akhirnya berakhir ketika kami memainkan bagian yang aku suka itu. Bagian yang
setengah ketukan dan dimainkan secara bersama-sama itu.
Lagu kami berakhir. Tak
terasa target kami tercapai. Kami saling tersenyum satu sama lain. Tak
terbayangkan band kelas yang awalnya terjadi karena Tragedi Trio Kwek Kwek.
Lalu formasi lengkap kami yang ada bumbu perlombaan cantik-cantikan istri. Lalu
bagian di mana band ini di ujung tanduk. Penentuan nama band yang sempat
mempunyai nama Spicy Chicken Wings. Target memilih waktu prime time yang akhirnya bisa kami capai. Belum lagi permasalahan
menentukan lagu yang tak ingin menyakiti hati sahabat sendiri. Hingga masih tak
terbayang juga oleh kami mampu melewati permasalahan bassist H-3.
Tiga tahun bersama tak
serta merta membuat kami mudah melewati hari-hari yang ada, namun justru
membuat kami kerepotan dengan segala rintangan yang ada. Tapi itu semua tak
serta merta membuat kami menyerah. Kami bersama, dan karena itulah kami
sekarang berada di panggung yang luar biasa ini.
Kami maju bersama ke
depan panggung, berdiri berjajar, saling merangkul pundak sahabat di sebelah
kami, lalu kami tutup penampilan kami dengan memberikan sikap bungkuk hormat
kepada para penonton.
Dari kiri ke kanan : Angga, Ivan, Made, Dinsa,
Cana, Aku, dan Rio.
Really cool writing.
BalasHapusDan tulisan ini (beserta para pendahulunya yang bijak) mengingatkan saya pada proyek ambisius saya dan kawan-kawan. Trio yang bahkan tidak pantas disamakan dengan Trio Kwek-Kwek. Band yang masih perlu banyak latihan lagi untuk menggapai ambisi-ambisi gilanya menguasai dunia. Hahaha.
Mimpi anak muda. Tanpa mimpi, bisa apa anak muda.