25 Jun 2013

Rekening


Ini kejadiannya cukup lama ya. Aku sendiri juga kurang tahu mengapa kejadian absurd cukup sering terjadi pada ku.

Ini bermula ketika KTP sudah di tangan. Sehingga surat-surat penting yang berbau dengan kenegaraan dan kedewasaan sudah secara mutlak ku pegang sendiri.

Mula-mula SIM, terus surat tanah, hehe, ya nggaklah. Tapi cerita serunya bukan ketika bagaimana aku mendapatkan SIM itu. Tapi justru cerita seru menimpa ku ketika...ya, kau tahulah Kawan, waktu aku membuat rekening.

Aku membuat rekening bank di salah satu bank negeri. Katanya bank ini merupakan bank negeri terbesar di Indonesia, katanya lho ya, aku sendiri ndak pernah ngukur bangunannya emang yang paling gede atau nggak, hehe. Dan setahuku juga bank negeri ini berdiri dari merging bank-bank negeri lainnya.

Karena memang sibuk sekolah, rencana membuat rekening ini sempat mundur dan tidak segera kesampaian. Tapi untunglah, di mana ada kemauan di situ ada jalan, memang benar adanya. Waktu itu hari Jumat, sekolah menengah atas terbaik sepanjang masa, yaitu SMA Negeri 5 Surabaya, karena ada acara apa gitu pulangnya lebih cepat. Jam sepuluhan, biasanya sih setengah dua belas kurang dikit.

Langsung deh aku cabut, karena harus kejar-kejaran sama sholat Jumat. Singkat cerita aku udah di motor, terus keluar dari parkiran motor, terus keluar dari gerbang sekolah paling hebat sepanjang masa, terus ada di jalan, perempetan merah aku belok kiri. Oke, ini bukan singkat cerita namanya, ya, jadi intinya saya sudah sampe di salah satu cabang bank tersebut di Jalan Raya Gubeng, Surabaya. Oya, ini ceritanya aku lagi pake baju bebas ya, karena acara di sekolah itu tadi.

Pertama kali sampe sih deg-deg an kayak mau ketemu sama camer gitu, ndaklah ya, jangan ale, plis. Intinya sebenarnya aku bingung, maklum baru pertama, namun sudah gelagat orang sok ndewa, aku masuk dengan percaya diri. Oya, jika kalian tanya lagi ada acara apa, maka dengan wajah bijaksana saya jawab,
“Mohon maaf saya lupa. Bisa dibaca lagi di paragraph lima. Terima kasih. Silahkan datang kembali.”


Ketika sampai di pintu depan, tiba-tiba, kriiieeeekkkk, asik dah ini pintu bisa buka sendiri. Kekaguman belum pudar oleh pintu yang bisa buka sendiri, aku kaget terkencing-kencing karena di sebelah pintu ada satpam sambil ngomong,
“Selamat pagi Bapak. Ada yang bisa saya bantu?”

Oke, pertama, itu pintu ternyata ndak bisa buka sendiri. Ternyata itu pintu dibukain sama satpam kampret yang ngagetin. Kedua, satpam kampret manggil aku Bapak. Ckckck. Oke, akan ku coba merubah sudut pandang ku. Aku sudah memiliki KTP, tujuh belas tahun ke atas, dan di akui oleh negara. Okelah, ndak masalah. Bapak Limpat, oh, kayak udah bekerja dan berkeluarga aja kedengarannya. -,-

Singkat cerita, saya sudah di salah satu counter untuk mbuat rekening baru. Mbaknya waktu itu yang namanya…maaf aku lupa lagi, berbicara dengan santai. Di membuka buku panduan bagi costumer sambil memberikan penjelasan kepada ku. Selama mbaknya nerangin, seharusnya aku melihat buku panduan itu, tapi aku malah liatin mbaknya. Alasannya satu, karena mbaknya ngomongnya cepet bed. Daripada lihat buku panduannya, karena sedikit-sedikit harus mbaca lagi, mendingan perhatiin omongannya mbaknya baik-baik.

Satu hal yang tidak ku lupa dari pelayanan oleh mbaknya di counter itu adalah ucapan mbaknya pertama kali kepada ku,
“Silahkan duduk Bapak, ada yang bisa saya bantu?”

Great. Nice. I’m seventeen, have no moustache, and not old enough to be called Bapak. But it’s fine. Sekali dua kali kedengaran aneh dengan panggilan itu, namun kelama-lamaan jadi biasa. Aku juga berusaha enjoy dengan panggilan Bapak itu, karena toh cepat atau lambat aku akan dipanggil Bapak. So, fair enough.

Namun, keanehan terjadi. Ketika mbaknya mengambilkan kartu ATM yang akan aku bawa, dia malah bilang,
“Tunggu sebentar ya mas, saya ambilkan kartunya dulu.”

AAaaaaaaaaaaaa…..mbaknya labil brooo. Ih gimana sih mbaknya. Zzzz. Tadi pak, sekarang mas. Tapi sudahlah, masak gitu aja aku harus protes ke satpam itu tadi? Kan ya gak mungkin to, Kawan? Satpamnya aja tadi ngagetin, bikin kesel aja.

Kurang lebih lima menit kemudian……

Si mbaknya kembali lagi dengan membawa kartu ATM-nya. Setelah itu dia menjelaskan lagi mengenai fitur-fitur yang bisa digunakan, namun bedanya dia tidak memanggilku lagi dengan pak. Tapi dengan kata mas. Baiklah, ndak apa-apa, saya terima, toh menurutku wajahku ndak tua-tua amat. Kataku sih.

Setelah sampai di ujung urusan, mbaknya mempersilahkan aku untuk menyetorkan uang setoran awal ke teller. Karena kurang jelas arah mana yang ditunjukkan oleh mbaknya, saya bertanya,
“Sebelah mana, mbak?”

Mbaknya menjawab,
“Di sebelah sana, Dik.”

Oh! What the…..?!
“Eh mbak. Mbaknya gimana sih? Tadi manggil Bapak. Terus ditengah-tengah ganti mas. Terus sekarang pas terakhir-terakhir manggil dik?!”
Itu jawaban batin ku.

Jadi itu tadi di batin lho ya, ndak saya semprotkan ke mbaknya. Bisa-bisa satpam kampret ngagetin dari belakang sambil njewer telinga ku terus di seret keluar.

Okelah, biarlah. Maklum, mbaknya masih muda. Ndak apa, ababil masih bisa disematkan padanya. jadi ndak aku masukin ke hati. Ndak tahu ababil, Kawan? Oke, kalo ndak salah, ababil itu kependekan dari ABG labil. Ndak tahu ABG? Cuci muka, ambil wudhu, terus tanya ke ortu kalian ABG itu makanan model apa. Oke? Sip? Sip!

Langsung aja saya berjalan ke teller. Antri. Ndak apa, saya jadi bisa lihat TV yang disediakan, hehe. Bagi sebagian orang antri merupakan pekerjaan yang menyebalkan, bagiku antri merupakan kegiatan yang menyenangkan, asal antrinya gak kelewat lama kayak dua jam gitu. Dua jam itu macet apa antri coba.

Oke kembali lagi, aku senang karena dengan antri aku bisa melihat sekitar, melihat bagaimana cara para CS berkomunikasi, melihat di bagian mana ada toilet, melihat di mana tempat kantor kepala cabang, melihat cara bukan orang suku Jawa berkomunikasi, melihat bagaiaman cara satpam mengagetkan orang, dll. Dan juga berpikir tentang banyak hal. Misalnya apakah para CS tidak bosan berbicara dengan nada bicara yang sama minimalnya tujuh jam sehari dan lima hari dalam seminggu? Padahal pernah jadi sie Humas bentar aja udah bosan harus menggunakan nada bicara yang sama terus-menerus. Namun ada satu pemikiran yang selalu mengusikku. Pemikiran utamaku selama aku mengantri yaitu, apakah satpam itu tadi juga ndak bosan harus ngagetin setiap orang yang datang?

Ketika sudah di teller, saya dipanggil pak lagi oleh petugas teller. Kali ini mas-mas yang berurusan denganku. Hehe, berurusan jare. Pertama sih lancar, hingga akhirnya alat untuk membuat PIN tidak bekerja dengan normal. Hingga harus pindah pake alat normal yang lain. Masnya bilang,
“Maaf mas, bisa saya bantu di sebelah sini.” Sambil memanduku ke tempat alat yang lain.

Yeeee, masnya labil juga kayak mbaknya tadi \(^o^)/ seneng deh rasanya. Cucok bangeettt…plis, ndak ale.

Akhirnya dengan segala kedongkolan yang tertimbun di dalam hati, aku tinggalkan teller itu. Dan kembali lagi melewati pintu depan. Bertemu lagi dengan satpam kampret, dan si satpam bilang,
“Selamat jalan, Bapak. Selamat siang.”

Ah, dari sekian banyak orang yang temui di kantor cabang bank ini. Si satpam kampretlah yang paling stabil! Salut deh. Ingin rasanya ini pak satpam kampret ku ajak ke bulan terus ku tinggalin di sana sendirian karena berhasil menjadi orang paling stabil yang bertemu dengan ku. Well, itu tadi lebih mirip hukuman sih daripada hadiah, oke, I know. Sorry. Harusnya dikasih motor atau handphone gitu ya, jadi lebih mirip kayak hadiah.

Dari semua kejadian itu, tak ada yang benar-benar membuatku sakit hati atau bermaksud untuk membuat kritikan. Apalagi melakukan pencemaran nama baik. Itu semua kejadian nyata yang aku anggap sebagai parodi dalam kisah hidupku dan tak ada tujuan untuk menyerang pihak-pihak tertentu. Haha. Ya itulah. Bahkan, untuk membuat rekening pun, aku harus menemui cobaan yang berat. Hmmm….

21 Jun 2013

It’s Friday but It’s Not Free Day


Flash disk itu sangat penting di dunia dewasa ini. Hehe, ini kalimat pertama berat banget bahasanya ya. Tapi memang benar kok jika flash disk itu sangat penting. Sebenarnya tidak harus flash disk, tapi alat penyimpan data, bisa hard disk external, memory card, handphone, dll. Apalagi orang kantoran dan pelajaran, alat penyimpan data hamper seperti kebutuhan, walau ada email, tapi kan ya lama, kudu leren mbuka email sek. Kesuen. Jadi kalo orang-orang tipe seperti itu kehilangan flash disk atau alat penyimpanan datanya, mereka pasti bingung. Pusing. Pusing? Minum Oskaben.

Begitupun juga denganku. Waktu itu aku sudah lama tidak punya flash disk. Cerita bagaimana aku kehilangan flash disk pun sungguh tragis, beneran ini, sungguh, rasanya ingin bercucuran air mata jika mengingat peristiwa itu. Tapi demi kau, Kawan, akan ku ceritakan kembali peristiwa itu.

Aku lupa hari itu hari apa. Yang jelas waktu aku ke sekolah mengenakan seragam putih abu-abu. Kesimpulan pertama, kemungkinan itu hari Senin, Selasa, atau Rabu. Hari itu sungguh indah, karena semua berjalan lancar dan menyenangkan. Bertemu dengan teman sekelas yang hampir semuanya normal, bertemu dengan teman lain kelas, bertemu dengan guru kelas, bertemu dengan guru lain kelas, bertemu adik kelas, bertemu dengan adik lain kelas (lho?), ya seperti itu, hampir semuanya normal.

Pelajaran bahkan berjalan menyenangkan yang biasanya membosankan, dan sepertinya inilah satu-satunya yang tidak normal dari hari itu. Semua lancar, beneran lancar, bahkan sepanjang hari itu pun aku bersenandung kecil menggambarkan suasana hati yang damai. Sampai pulang dari sekolah pun sama. Sampai di rumah ku pun damai. Hingga akhirnya aku membuka laptop, karena perlu meng-copy sesuatu aku mencari flash disk di dalam tas, dan langsung aja flash disk-nya tidak ada. Sedih banget kan kejadiannya? Aku yakin teman-teman semua sedang berlinangan air mata. Kesimpulan kedua, jika hari mu berjalan normal dan kau bersenandung kecil sepanjang hari, maka bersiaplah berlinangan air mata di hari yang sama.

Beberapa bulan kemudian, mungkin sekitar tiga bulan, aku beneran lagi butuh yang namanya flash disk. Nah, karena kondisi yang benar-benar memaksa, maka aku harus beli flash disk. Di Surabaya, pusat jualan elektronik ada di Hi-Tech Mall, Jl. Kusuma Bangsa. Bagi yang tidak tahu Surabaya, Surabaya itu sebelahnya Sidoarjo, deket kok, beneran, sungguh. Jika tidak tahu Sidoarjo, ya sudah urusan lo itu mah.

Sekolah ku, sekolah nomor satu sejagad, juga berada di Jl. Kusuma Bangsa. Karena dekat, aku pun juga tidak repot mengatur jadwal memburu flash disk dengan jadwal sekolah. Eh, kayak orang sibuk aja ngatur jadwal. Tapi beneran sibuk kok, sibuk mencari cara menyibukkan diri. Pusing? Minum Oskaben.

Pilihan hari untuk hang out itu selalu akhir pekan, dan Jumat merupakan hari yang beruntung karena aku akan hunting flash disk di hari itu. Selamat kepada hari Jumat, pajak ditanggung pemenang! Setelah sholat Jum’at, aku langsung cabut. Sebenarnya waktu itu aku ngajak seseorang sih untuk nemenin, tapi orangnya gak bisa. Ya baguslah, jika bisa nemenin trus mbawa anaknya orang, dikirain penculikan, trus Hi-Tech Mall dikelilingi polisi. Ah, imajinasi yang terlalu liar. Malah sekarang aku nggak ngerti ke mana rimbanya itu orang, hehe, salah siapa juga nggak mau.

Sesampainya di Hi-Tech Mall, karena kebetulan ada pameran tablet android dan latop, jadi lumayan rame. Baguslah, sekalian aku nyari tipe android yang bisa paling jauh jangkauannya kalo dibuat maen lempar-lemparan. Dan terang aja, mbak-mbak SPG ngelemparin android gabus ke muka. Guys, itu artinya aku di usir, paham? Atau pusing? Pusing? Minum…….. kau sudah tahu jawabannya kawan ;)

Setelah mencari-cari, akhirnya aku simpulkan bahwa rata-rata harga flash disk yang 16 GB itu seratus ribuan. Okelah, jika seperti itu berarti sudah fix. Langsung saja ku beli. Dengan perasaan haru bahagia, seperti orang jahiliyah yang mendapat hidayah, aku bersyukur atas kepemilikan penuh flash disk yang telah aku beli. Kawan-kawan juga seharusnya terharu, karena inti cerita ini tu sedih. Beneran. Suer.

Karena hari masih panjang, aku puasin aja keliling Hi-Tech Mall. Sok-sok tanya android gitu walaupun gak beli. Beralih dari satu counter ke counter yang lain. Menikmati harga-harga miring android dan laptop. Tanya ini itu, mulai keunggulan produk hingga di mana ada toilet. Biarinlah SPG-nya berbusa-busa nerangin dan aku gak beli, toh itu sudah job desc mereka untuk melayani calon costumer.

Ditengah-tengah aku asik berjalan keliling counter, tiba-tiba ada suara dari pengeras suara mall.
“Selamat siang para pengunjung Hi-Tech Mall Surabaya, It’s Friday but It’s not free day yah, hahaha, nah, kami dari Telponsel akan menawarkan aksesoris laptop mulai dari harga 5 ribuan mulai pukul tiga sore ini. Syaratnya mudah, hanya cukup dengan membawa fotokopi KTP, Anda sudah bisa mendapat aksesoris laptop mulai dari headset, cardreader, hingga flash disk dengan harga mulai 5 ribuan. Temukan counter kami.”
Oh, what the hell men?! Aku beli ini flash disk seratus ribu! Dan ini setengah tiga! Langsung aja aku nyari itu yang namanya counter Telponsel. Eh sesampainya di sana antrian sudah menjulur hingga 10 meter dan semua yang mengantri berdesakan. Glek. Mampus. Tapi keren juga tuh kata-katanya, it’s Friday but it’s not free day.

Dengan sikap berani aku melewati antrian terus langsung tanya ke petugasnya tentang flash disk itu. Terus dari situ aku tahu flash disk-nya “cuma” 8 GB doang, beda separo dari punyaku, tapi harganya itu lho. Harganya itu hanya sepuluh ribu doang! Terus aku Tanya lagi tempat fotokopi, dan di Hi-Tech Mall ndak ada. Jika mau fotokopi harus nyari di luar. Great. Jam menunjukkan 15.20, antrian bertambah panjang menjadi 15 meter. Langsung saja aku menjauh dari counter, bisa-bisa antrian berpikir aku menyerobot, terus kalo aku dikeroyok gimana? Polisi tidak sedang ngepung Hi-Tech Mall seperti imajinasi liarku tadi. Bisa megap-megap nanti aku dikeroyok.

Perhitunganku, memfotokopi KTP sepuluh menit. Sepuluh menit lagi obralan di buka, dan saat aku kembali aku pasti mendapat antrian paling belakang. Dan antrian pada saat itu pasti sudah mencapai 20 meter. Okay, It’s Friday and it’s not free day. Because, if It’s free day I have some luck and got the 8 GB damn flash disk.

Akhirnya dengan pilu, aku pergi meninggalkan counter Telponsel. Aku beralih keliling hampir seluruh Hi-Tech Mall, bahkan menemukan jalan tembusan ke Taman Hiburan Remaja. Sebenarnya jalan tembusan itu memang sudah ada sejak lama, tapi karena masa kecil yang jarang berpergian, jadi baru tahu aja kalo ada jalan tembusan itu. Hingga akhirnya aku berhenti di salah satu sudut Hi-Tech Mall.

Aku mampir di counter DVD. Hehehe. Langsung aja aku nyari-nyari film yang kira-kira bagus. Pertama aku bingung. Terus aku tanya bagian horror di mana sama petugasnya. Setelah diberitahu, aku nyari pelan-pelan. Harga DVD tu sepuluh ribuan, ups, bajakan bukan sih, sstttt…aku ndak niat beli, selain kantong pelajar itu tipis, juga karena aku gak punya uang banyak. Lho bedanya apa coba? Ya seperti itulah. Beneran ini, sungguh. Beda kalo nanti ada film yang bagus, aku beli, hehe. Aku terus lihat satu-satu dengan perlahan. Aku memang senang sih dengan genre horror dan thriller, action juga suka lho. Apalagi waktu itu aku baru-baru aja liat film the The Ring dan The Ring 2 yang keren gila. Yang jelas, aku agak ndak suka drama -,-

Kan jarang ya di Indonesia, apalagi anak mudanya suka horror atau thriller. Aku suka horror dan thriller itu juga lucu alasannya. Karena entah mengapa gitu ya kalo horror atau thriller, pas setannya muncul ngagetin, aku mesti ketawa. Jadi misalnya ya, di film, JLEB! Aku, HUAHAHAHA, sambil nunjuk-nunjuk layar. Aku juga gak tahu kok bisa kayak gitu, agak mental disorder mungkin. Tapi ya, aku ndak suka horror atau thrillernya buatan Indonesia, bukan karena tidak cinta produk dalam negeri, tapi karena horror atau thrillernya itu cabul demi ningkatin nilai komersil. Dari judulnya aja keliatan, pocong perawanlah, genderuwo keramas (maksudnya lagi mandi, kan buka-bukaan gitu), hingga pocong kawin kuntilanak. Ckckck, inilah Indonesia, menjatuhkan martabat bangsa sendiri demi mendapat keuntungan komersil pribadi. Kawan, saat kita yang memegang negeri ini, mari kita rubah semua kebejatan ini ya.

Nah di tengah-tengah nyari itu, tiba-tiba di sebelah ku dating cowok. Dia juga lagi nyari-nyari film, 2 – 3 menit gitu dia gak nemu yang cocok, dan habis sedikit ngacak-ngacak tumpukan film, terus cabut. Nah, mbaknya yang jaga gentian di sebelah ku. Walaupun pelan tapi aku denger gerutuannya.
“Oala, wes gak tuku, mbalikno sekarepedewe.”
Hm, mampus. It’s Friday but it’s not free day. Dari awal aku nggak niat beli. Ini kalo gak nemu alasan yang cocok, bisa-bisa di damprat, mengingat aku ya agak ngacak-ngacak tumpukan film, hehe.

Oke, selagi aku menghabiskan tumpukan film horror aku berpikir keras untuk menemukan alasan dengan aman. Gagal. Aku beralih ke film action, lima menit, bahkan sampai tumpukan film action habis. Gagal. Bahkan aku beralih ke tumpukan film drama, lima menit. Gagal. Dengan hati deg-degan aku pasrah. Biar gak dampratan si penjaga film kampret itu berlebihan, aku kembaliin film yang telah ku acak-acak dikit itu. Ditengah mengembalikan tumpukan film horror yang acak-acakan, aku langsung menuju mbaknya dan berkata,
“Mbak, film The Omen ada?”
“The Omen? Ndak punya mas.”
“Okelah mbak, makasih” jawab ku terus kabur.

Alhamdulillah. Sudah, sudah usai. Aku yakin juga si penjaga juga gak marah karena dia gak punya. Tapi ya The Omen itu film tahun 1976! Gimana mbaknya bisa punya coba?! Huahahaha. Biarinlah. Udahan deh, mendingan pulang aja. Sudah cukup kegilaan hari ini dan sudah cukup dengan it’s Friday but it’s not free day.

Semua lancar ketika pertama kali menuju tempat parkiran. Namun tiba-tiba saja kepalaku menoleh ke salah satu counter dan tertulis di kacanya 16 GB : 90.000! Damn! Tadi waktu aku nyari kok gak ada sih?! Yang bener aja. Ini counter pasti konspirasi sama gue. Sudah, daripada ini hati uring-uringan, aku segera meninggalkan counter itu. Nggak beberapa lama, tiba-tiba ini kepala menoleh lagi tanpa seizinku. Seperti gerakan refleks. Dan tanpa sadar aku membaca tulisan di salah satu counter, dank au tahu Kawan apa yang tertulis di situ? 16 GB : 80.000! What the hell men?! Oh God, it’s Friday but it’s not free day.

19 Jun 2013

Untitled

******

Yes, we need a talk. But, she won't to talk. So, we never have a talk. Do you think it's meaningful talk? Or just a talk? What a confusing talk.

Talk is important to know each other. What they think, what they feel, what they need, etc.

Well, actually it's not about talk. It's about how we communicate to understand each other. It's more than talk.

*****

Banyak yang tak mengerti tentang mereka. Aku sendiri pun tak tahu. Para peneliti pun tak tahu. Pernah hingga suatu saat aku bertanya absurd pada diri mereka langsung. Pertanyaannyapun tentang tentang teoriku yang aku kembangkan setelah membaca beberapa referensi.

Dan jawaban mereka pun mengejutkan sekaligus menjadi titik terang. Karena mereka juga tak mengerti diri mereka. Damn. Cukup membuktikan bahwa teoriku benar.

****

If you look carefully, you will know that all just the same. If you said you've found yours, said that it just not the same, and said that it has different behaviour, so you don't understand.

All of that kind are same. Even that I or you thought that found some are different, but it was wrong. And I just realize only two are different.

My experience, I just wanna share. I just wanna you save and not stumble with what I did. Simple.

***

Politikus itu sering kali digeneralisasi. Ada yang jujur tapi jadinya semua rata ndak jujur. Ada yang benar-benar amanah tapi jadinya sama rata. Ada yang rajin datang rapat tapi semua dianggap malas. Malah terkesan komunis jadinya sama rata.

Ya, aku sudah tak peduli dengan mu, juga dengan kalian. Bukan karena sama, tapi karena generalisasi. Dan aku tidak mengelak jika ada satu dua yang tak sama.

Tapi bagaimana bisa tak dianggap sama jika apa yang ku dapatkan, kalau tidak salah, dua dari tiga itu adalah sama?

**

This talk is so confusing. My suggest, just wait, prepare, and we'll get the best which not the same with others.

They all are same.

*


It's still an enigma.