24 Jul 2013

Made by The 90's bagian 3

H-4 audisi. Aku belepotan dengan beat cajon-ku. Oiya, Kawan, jadi setelah tragedi Trio Kwek Kwek dan band kelas ini menjadi band akustik, aku jadinya memainkan alat musik cajon.

Cajon itu semacam alat musik ritmis pengganti beat drum dalam permainan akustik. Bentuknya kotak, mempunyai lubang di salah satu sisinya untuk mengeluarkan suara. Cara memainkannya yaitu kalian duduk di atasnya, lalu menepuk sisi yang berlawanan dengan lubang tadi dengan tangan.

Untuk menghasilkan suara yang berbeda antara suara bass dan snare drum, cara yang paling mudah adalah menepuk area yang berbeda di sisi kotak yang berlawanan dengan lubang tadi. Pengetahuan secuil itu aku dapatkan setelah les singkat (baca : nonton) di youtube saat aku menginap di rumah Rio.

Lagu kedua kami memiliki warna berbeda, sedikit nge­-pop. Dan ini yang membuatku belepotan. Beat-nya berbeda, dengan lebih banyak suara snare yang di-syncope. Syncope itu kira-kira beat setengah ketukan. Jadi jika biasanya kita memukul alat musik ritmis waktu tepat saat ketukan berdentum, maka syncope itu kita memukulnya saat diantara kedua ketukan berdentum.

Bagiku bukan masalah syncope-nya, namun lebih karena beat snare yang di- syncope. Jika bukan beat snare yang di- syncope , melainkan beat bass-nya yang di- syncope, maka aku pikir tidak akan terlalu membuatku kerepotan.

Menurutku, untuk menghasilkan warna lebih rock atau dark, maka mainkan pada variasi beat bass. Namun untuk menghasilkan warna yang lebih pop atau soft, maka mainkan pada variasi beat snare. Semua informasi itu hanyalah menurutku, Kawan, aku tak mengerti teori yang sebenarnya. Bisa dibilang itu semua bualan tak berdasar. Itulah akibat dari pembelajaran otodidak yang berkemampuan setengah-setengah.


Namun inti dari semua itu adalah aku belepotan mengejar ketertinggalan, terseok-seok di belakang.

******
Hari H audisi. Audisi ini bertempat di studio musik yang dekat dengan Jl. Arief Rahman Hakim dan dekat dengan Circle K, namun yang paling penting, adalah dekat dengan rumahku.

Kami mendapat urutan nomor satu untuk tampil terlebih dahulu di hadapan para juri. Bagus sih karena tampil dengan urutan awal itu berarti para juri masih fresh untuk mendengarkan musik. Beda jika mendapat nomor urut akhir-akhir, juri sudah bosan. Namun, menurutku tampil nomor urut satu tidaklah ideal. Karena pressure-nya besar sekali.

Ini tidak bagus bagi kami. Aku bisa merasakan kawan-kawanku yang luar biasa ini juga merasa ter-pressure dengan hebat. Mengingat aku masih juga sedikit belepotan, maka besar kemungkinan aku menjadi penyebab utama target kami tak tercapai. Oke, aku akui, akulah sebenarnya yang ter-pressure dengan hebat dan gemeter tidak karuan.

Bagaimanapun juga, mendapat urutan nomor satu merupakan kesalahan kami. Karena waktu TM kami dengan wajah tidak bersalah datang terlambat. Jadilah kami mendapat urutan nomor satu untuk tampil dihadapan juri.

Singkatnya kami sudah di dalam studio dan siap tampil di hadapan juri. Dinsa dan Cana memecah ketegangan dengan perkenalan singkat. Jika mungkin sahabat-sahabatku yang luar biasa ini mempunyai target masing-masing untuk tampil total, sedikit improvisasi, atau bahkan dengan sedikit gerakan badan agar terlihat keren, maka targetku hanyalah untuk tidak membuat kesalahan. Semudah itu. Mudah dikatakan namun setengah mati sulit dilakukan.

Lagu pertama kami adalah TikTok by Ke$ha. Lagu ini diawali dengan intro aransemen buatan Rio. Intro ini keren dengan beat yang menghentak dan banyak sekali syncope di dalamnya. Daya tarik utama intro ini pada syncope-nya dengan variasi setengah hingga dua per tiga ketukan. Membutuhkan waktu kurang lebih seminggu bagi kami hanya untuk menghasilkan permainan yang bersih dari intro ini.

Ketika intro ini lewat, maka muncul intro asli dari lagu TikTok. Tak berlebihan ku katakan jika transisi dua intro ini pasti membuat para juri manggut-manggut. Lalu ketika para juri dan beberapa panitia yang di dalam studio mulai menikmati musik, tiba-tiba secara serentak kami berhenti, dan serta merta-merta kedua vokalis kami yang mengambil alih mencuri perhatian para juri dengan suara merdu mereka.

Verse dan refrain pertama lagu ini kami buat biasa saja. Ini disengaja karena kami sudah menduga bahwa intro kami sudah cukup kuat untuk mengejutkan para juri. Lagi pula kami menyimpan kejutan kecil setelah ini.

Ketika memasuki bagian refrain kedua dan ketika para juri menduga bahwa tidak ada perubahan, tiba-tiba saja alunan musik berubah! Irama melompat-lompat seperti menaiki kuda merubah genre lagu ini. Irama country masuk dengan nyanyian refrain lagu yang asli diselingi backing vocal Cana yang melantunkan teriakan khas koboi. Para juri terkejut.

Irama melompat-lompat ini dibarengi dengan petikan gitar khas Ivan, lalu diselipi isian melodi gitar dari Rio. Tak cukup di situ, irama ini terasa semakin terasa dengan ketukan cepat Made memainkan maracas. Alunan cajon-ku berubah, aku memukul snare dan bass bergantian satu-persatu dengan cepat mengikuti ketukan maracas Made. Cana membantuku memberikan warna country dalam permainan cajon-ku ini. Dan saat latihan dulu, aku sempat belepotan dengan irama ini.

Sekejap semua terkejut, lalu dengan cepat saja refrain itu selesai. Disambung dengan bridge sebentar, lalu semua menjadi diam. Hening. Mengejutkan, memberi waktu para juri bernapas, lalu masuk dengan elegan suara vocal dari Dinsa diiringi rhythm gitar Ivan yang mengalir lembut.

Semua dinamika naik turun yang mengejutkan itu pasti membuat semua orang di dalam studio terpana. Walaupun wajah mereka menunjukkan rasa acuh. Namun aku yakin, ini pasti membuat mereka terkejut.

Suara Dinsa yang sudah tak perlu lagi diragukan kualitasnya, diiringi rhythm dari Ivan, perlahan-lahan semakin keras dinamikanya. Lalu perlahan-lahan masukklah gitar Rio, Made, dan aku. Semakin keras dan semakin keras. Lalu semua alat musik berhenti, dan hanya suara Dinsa yang melolong sendirian memberi fill­-in.

Ketika itulah, Rio, memainkan satu chord baru untuk mengawali overtune. Overtune itu semacam menaikkan nada dasar dalam lagu, Kawan. Lalu masuklah refrain yang di-overtune itu diiringi semua alat musik yang ada, gitar, cajon,maracas, dan tamborin. Meriah dan ramai. Penuh gairah suasana senang dan mempesona. Lalu setelah overtune itu, lagu pertama kami usai ditandai dengan lengkingan suara Cana dan Dinsa yang elegan.

Juri pun terpesona. Panitia terpesona. Kawan-kawanku bahagia. Namun, aku setelah ini akan merana.

Kami pun bersiap memainkan lagu kedua kami. Kawan, inilah yang membuat ku kawatir. Tak genap empat hari aku belajar lagu ini. Dan gladi bersih terakhir pun aku masih merasakan tanganku masih kaku.

Made mengambil gitar dan memberikan tamborin dan maracas padaku. Di lagu kedua ini, Made memang bermain gitar. Saat pertama kali aku mengetahui bahwa Made memainkan gitar pada lagu kedua ini, aku kawatir suara alat musik ritmis akan tertutupi. Namun, karena kawan-kawanku yang lebih berpengalaman ini tidak menunjukkan sikap keberatan, maka kusimpulkan bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata…..kenyataannya memang seperti itu, semua baik-baik saja.

Ketika aku ingin meminta waktu untuk menenangkan diri sebentar, Rio sudah masuk dengan intronya. Terlambat bagiku, perahu sudah berlayar dan  tidak mungkin kembali berlabuh dalam waktu dekat. Siap tak siap, inilah aku yang belum terlalu siap.

Intro ini spesial sekali, jika kau dengarkan secara seksama, maka akan terdengar seperti intro lagu Sweet Child of Mine milik Guns n’ Roses dan melodi dari lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars yang dicampur menjadi satu. Tak bisa dikatakan dengan kata-kata. Menghasilkan aransemen melodi ini pun pasti sangat sulit. Jika kau ingin tahu seperti apa, bisa kalian cari di Youtube.

Awalnya intro dari Rio berlari sendirian, lama-lama diikuti suara maracas yang aku mainkan. Semakin lama dinamika semakin naik, Ivan dan Made masuk dengan suara gitar masing-masing. Lalu Aku pun juga masuk dengan cajon-ku.

Beat Sweet Child of Mine yang rock, diubah menjadi beat yang lebih soft dan pop. Itu dikarenakan karena maksud kami yang akan menggabungkannya dengan lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars.

Tak kurang dari satu hari penuh aku membiasakan diri dengan beat ini. Dan inilah beat yang aku sebut banyak syncope pada suara snare drum-nya. Ini pula yang membuatku belepotan selama empat hari. Bahkan, saat gladi bersih kemarin, tanganku masih kaku melakukannya.

Dan lagi-lagi, Cana yang menemukan beat ini dan mengajarkannya padaku. Nilai moralnya, entah mengapa Cana sering kali menyulitkanku dengan beat-beat yang ia ciptakan. Walaupun aku akui, beat-nya keren, dan tak sembarang orang bisa membuatnya.

Untungnya, saat audisi ini, tanganku….masih kaku. Aku berusaha mati-matian agar tak kehilangan tempo dan beat. Fill­-in yang sudah aku latih dan aku urutkan selama dua hari latihan terakhir, serta merta lenyap. Akhirnya aku masukkan fill-in sesuka hati, asal tidak salah.

Dibeberapa bagian, bagi orang yang hanya memerhatikan suara cajon, maka akan terdengar aneh. Mereka pasti berkata, “Kok fill-in nya pembagiannya tidak sama?” Atau, “Lho, antara bar pertama dan bar kedua kok urutan fill-­in nya beda?”  Hahaha, apa daya ku, Kawan. Tangan ini sudah diluar kehendak. Jika dipaksakan, bisa-bisa bubar dan tidak pas ketukannya.

Hal yang spesial setelah ini akan terjadi. Setelah melewati refrain Sweet Child of Mine, serta merta musik memasuki intro lagi yang dibawakan oleh Rio. Lalu setelah intro yang mengalun lembut itu, masuklah verse pertama lagu Just The Way You Are.

Sama seperti lagu sebelumnya, verse dan refrain pada lagu Just The Way You Are ini kami buat biasa saja. Karena lagi-lagi, kami menyimpan kejutan kecil. Toh, bagaimanapun juga, me-medley kedua lagu tadi juga sudah merupakan kejutan yang tak terduga.

Selepas refrain, kami memainkan sejumlah chord dengan aliran yang lebih rock. Semua suara menjadi lebih keras dan tajam. Dan ketika alunan rock ini mulai mencapai puncak, semua alat musik terdiam. Dinsa serta merta menyanyikan nada-nada sendiri dengan suaranya. Setelah itu, Rio dengan gitarnya menirukan nada-nada yang dinyanyikan Dinsa. Begitu mempesona.

Selepas itu, alunan rock itu kami mainkan kembali. Lalu diam, hening kembali, semua alat musik diam. Cana kali ini yang menyanyi sendiri dengan nada-nada yang ia ciptakan. Lalu Ivan kali ini yang menggarap dan menirukan nada-nada Cana.

Kami ulangi lagi, alunan rock, suara Dinsa, lalu Rio menirukan. Alunan rock lagi, suara Cana, lalu Ivan menirukan. Kawan, nada-nada yang ditirukan tadi itu seperti penampilan para musisi Jazz yang biasanya improvisasi tak jelas tapi hasilnya luar biasa mempesona dan mencengangkan.

Lalu setelah itu, semua menjadi membahana, semua alat musik dimainkan dengan keras, Made memberi melodi pada bagian ini dengan lagu dari Coldplay. Mungkin bagimu terdengar ganjil, tapi jika kau lihat dan dengar sendiri, maka tak berlebihan ku katakan bahwa ini sebenarnya medley dari tiga lagu!

Setelah melodi dari Made itu, kembali lagi kami memainkan overtune. Refrain dari Just The Way You Are kami mainkan dengan menaikkan satu tangga nada. Semua membahana, Cana memberikan backing vocal dari lagu Sweet Child of Mine yang semakin menegaskan medley kedua lagu ini.

Lagu ini berakhir dengan nada dari Sweet Child of Mine yang dibuat lembut dan hanya menonjolkan suara Cana dan Dinsa. Alat musik yang lain mengalir pelan mengiringi suara merdu mereka berdua. Dan ketika mencapai lirik terakhir, pada bagian suku kata terakhir, kami memainkan chord terakhir pada lagu itu berulang-ulang.  Lalu dengan aba-aba ku, semua berhenti dan berakhirlah lagu ini dengan meninggalkan kesan yang luar biasa mendalam.

Setelah penampilan kami itu, kami keluar studio. Kami duduk-duduk di sofa depan studio dengan senyuman tertungging elegan di semua wajah kawan-kawanku ini. Mereka bercerita kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi, tertawa, dan tak habis pikir dengan apa yang telah kita lewati begitu luar biasa.

Hampir tiga puluh menit kami bercerita apa yang terjadi di studio tadi. Dan kesimpulan dari cerita kami itu adalah kami puas dengan penampilan kami tadi. Setidaknya kami telah memberikan standar tinggi bagi band-band yang lain.

Lelah kami bercerita, sekarang perut kami yang rewel. Makan. Itulah target kami selanjutnya. Untungnya target kami yang ini cukup mudah.

Segera saja, kami mampir ke Circle K. Dan sebagaimana bisa ditebak, kami yang cowok tidak beli apa-apa. Bagi kami ini hanyalah transit sebentar sebelum makan yang sesungguhnya. Seperti harus mampir dulu ke Singapura sebelum menuju Makkah dari Surabaya. Karena kami setelah ini akan menuju Soto Cak Har di daerah MERR Surabaya. Jadi kami para cowok praktis hanya menemani yang cewek untuk beli-beli makanan ringan sebentar.

Namun dugaanku salah, Made ternyata juga membeli snack. Besar curigaku Made bukan dari anggota kami yang cowok. Mungkin Made yang sekarang bukanlah Made yang dulu aku kenal.

Segera saja setelah cerita snack-snack ­itu, kami meluncur ke Soto Cak Har. Kami makan soto di sana, bukan makan nasi Padang yang seperti kalian duga. Kami bercerita ngalor-ngidul sambil makan, bersenda gurau, galau akan nanti hasil audisinya bagaimana, dan lain sebagainya. Lalu setelah itu kami kenyang dan kembali ke studio untuk melihat hasil audisi.

Sesampainya di sana, pengumuman belum keluar. Sebagaiamana yang telah kuceritakan pada mu, Kawan, hasil ini sangat penting. Semakin tinggi kau memperoleh poin, maka semakin besar kemungkinanmu untuk memilih waktu tampil. Dan lagi-lagi, hasil perolehan poin ini juga dibagi tiap angkatan. Jadi poin yang diperoleh band kelas X tidak saling berkaitan dengan poin yang diperoleh dengan poin band kelas XI atau band kelas XII. Jadi tiap band bersaing dengan band angkatannya masing-masing.

Tak lama setelah itu, pengumumang keluar. Kau tahu hasilnya, Kawan? Benar kau ingin tahu? Ah, Kawan, luar biasa sekali, kami, Made by The 90’s, band kelas yang unik, sempat diujung tanduk, dan penuh intrik kecil ketika menentukan lagu ini, dengan izin Allah memperoleh poin terbanyak dari angkatan kelas XII dan memperoleh poin terbanyak ketiga di klasemen keseluruhan.

Lihatlah kawan-kawanku yang luar biasa ini, bukankah mereka hebat, Kawan? Maka dengan itu, cukuplah bagi kami mendapat kehormatan pertama untuk memilih waktu tampil. Dan sebagaimana yang telah kami targetkan, kami ingin tampil prime time. Kami memilih tampil pukul 21.30 di acara MPDK yang keren itu.

******
Eforia karena telah mencapai target tidak serta merta membuat kami terlena. Target kami berikutnya telah menanti. Tampil di acara MPDK dengan elegan.

Kami ingin menampilkan lagu baru pada acara tersebut. Karena kami telah bosan dengan not-not dan nada-nada dengan lagu-lagu kami sebelumnya. Puluhan kali kami telah memainkan not-not itu selama latihan. Bisa bebal pikiran orang jika harus memainkan lagu yang sama puluhan kali.

Seperti biasa, vokalis kami yang akan memilih lagu-lagu baru tersebut. Namun tetap saja, memilih lagu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, satu hari sebelum latihan pertama pasca audisi, aku masih belum tahu lagu baru yang akan kita mainkan.

Dan keesokannya, ketika latihan pertama di rumah Dinsa itu, aku baru tahu bahwa kita akan memainkan lagu Treasure milik Bruno Mars dan ini merupakan rekomendasi Dinsa. Aku sebenarnya tidak tahu lagu itu seperti apa, bahkan aku baru mendengarkan lagu itu saat latihan pertama itu. Ini sangat katrok sekali, Kawan. Tapi biarlah. Biarlah seperti itu.

Lalu tiba-tiba saja, temanku Dirham Akbar Aksara, yang biasa dipanggil Dede, dari kelas XII-5 datang ke rumah Dinsa. Dan baru aku tahu juga jika ternyata kami mempunyai rencana untuk menambah bassist dan akan menjadikannya dalam penampilan kami seperti featuring. Seperti Made by The 90’s featuring Dirham Akbar Aksara.

Oke, aku baru tahu masalah featuring-featuring ini juga pada saat latihan pertama ini. Timbul pertanyaan di otakku, ini aku yang tidak ikut rembukan atau memang aku yang tidak mobile connection-nya? Aku tidak tahu. Aku juga tidak serta merta tanya-tanya kok aku baru tahu ini-itu. Itu perbuatan bodoh, Kawan. Aku ikut saja.

Kami mempunyai ide untuk menambahkan suara bass karena lagu Treasure ini memiliki irama yang mirip-mirip dengan disco. Begitu asik untuk bergoyang dan memiliki kharisma untuk meramaikan suasana. Mungkin permasalahannya adalah banyak orang yang belum mengenal lagu ini. Namun itulah tujuan kami, kami ingin memainkan sebuah lagu yang asik dan membuat penonton terpukau, lalu bertanya-tanya lagu siapakah ini. Jadi kami ingin orang mengenal lagu ini karena penampilan kami. Proyek ambisius ini luar biasa hebat.

Namun kami masih menemukan lagu pertama. Kami belum menemukan lagu kedua. Sama seperti sebelumnya, menentukan lagu bukanlah permasalahan mudah. Sebagian setuju yang ini, namun sebagian tidak. Hingga akhirnya H-5 MPDK diputuskan kami akan me-medley semua lagu audisi. Edan!

Dua hingga tiga kali kami latihan bersama Dede untuk lagu Treasure ini. Kami juga sudah klop dengan permainan bass Dede. Lalu permasalahan datang. Sempat muncul ide untuk sekalian saja tampil band, karena dengan suara bass dan irama disco itu akan lebih terasa dengan beat drum.

Semua menimbang ide itu. Aku terdiam sendiri. Tragedi Trio Kwek Kwek Kwek terbayang di kepalaku. Memang sempat ku katakan padamu bahwa aku ingin mencoba sekali lagi posisi drum. Lagipula irama disco ini tidak terlalu sulit, beat-nya cukup mudah, hanya perlu variasi permainan pada tangan di hi-hat dan simbal drum. Aku juga sudah berlatih drum lagi selama memainkan cajon ini.

Semua masih menimbang. Hati kecilku ingin mencoba namun juga sangsi akan permainan ku nanti. Hingga akhirnya, keputusan kami tetap bermain akustik dengan menggunakan cajon. Dan menurutku inilah adalah keputusan terbaik.

Tak sampai disitu, permasalahan kami yang lain mulai menunjukkan gelagatnya. Dede sudah terdaftar dalam band lain, dan sebagaimana yang telah kau tahu, Kawan, tidak boleh seorang siswa tampil dalam dua band berbeda. Menurutku ini peraturan yang konyol, karena ini lagi-lagi merugikan diriku. Sangat subjektif sekali.

Sebenarnya bisa saja kami cuek dengan peraturan itu, lagipula kami hanya ber main dengan Dede pada satu lagu. Namun, H-3 Dede memutuskan untuk tidak ikut karena masalah pribadi. Kami mengerti, dan kami merelakan kepergian Dede. Itu artinya sekarang, kami harus mencari seorang bassist baru yang freelance dan bisa ikut latihan dengan kami dengan sisa waktu H-3. H-3, Kawan!

Aku, Rio, Ivan dan Made berada di sekolah bersama Dede ketika keputusan bulat Dede itu terlaksana. Suasana menjadi frustasi dan kelam. Kami berempat bersama Dede akhirnya mencari bassist baru di sekolah saat itu juga. Cukup lama kami tidak menemukan, hingga kami akhirnya berhenti di depan pendopo sekolah. Suasana masih sangat frustasi.

Di depan pendopo sekolah, kami bertemu Habibur Rahman kelas XII-3. Habib adalah panggilannya. Kami menceritakan kesulitan kami, dan dia mengerti. Dia sebenarnya ingin membantu, namun apa daya, dia juga sudah terdaftar dengan band lain, satu band dengan Dede.

Tiba-tiba saja Erlangga Arbi Prakoso, biasa dipanggil Angga atau Tiwul, berjalan dekat kami. Lalu Habib berceletuk sambil memanggil,
“Jaken arek iki po’o. Weh, wul!”                                                                                               (Ajak anak ini aja. Eh wul!)

Singkat cerita, kami menceritakan permasalahan kami pada Tiwul, ehm, lebih enak Angga saja. Oke, jadi kami menceritakan permasalahan kami pada Angga. Lalu pada akhirnya kami juga mengajak Angga untuk mengisi posisi Dede. Angga ragu karena ini H-3. Namun aku yakin ia pasti bisa, aku mengenalnya sejak SMP dulu dan ia memang seorang bassist handal yang tidak berkemampuan setengah-setengah seperti ku.

Kami mendesaknya, Habib pun ikut memanas-manasi. Dan akhirnya Angga luluh juga. Dia bergabung. H-3, Kawan! H-3! Kekuatan dari sebuah proyek ambisius, saat semuanya seperti terlihat kacau dan frustasi, dengan izin Allah semua kembali normal. Seperti seberkas cahaya mentari yang terang di sela-sela awan yang telah mengalami badai hebat.

Hari itu juga kami meluncur ke rumah Dinsa untuk latihan dengan Angga. Ngomong-ngomong tentang badai, kami kehujanan saat pergi ke rumah Dinsa. Diperjalanan aku menghubungi Dinsa yang sedang menunggu Cana di Grand City, salah satu mall di Surabaya. Ku katakan padanya bahwa Dede fix tidak jadi ikut, dan kami mendapatkan Tiwul untuk mengisi posisinya.

Dinsa tak mengerti. Tiwul itu siapa? Makanan atau orang sih? Pasti itu yang ada dipikirannya. Aku khilaf. Seharusnya aku perkenalkan saja Tiwul itu sebagai Angga. Terus aku jabarkan Angga itu anak XII-2, yang bla bla bla, yang bla bla bla, dan bla bla bla, hampir rinci sekali ku jabarkan. Namun Dinsa tak membalas, besar curigaku dia tetap tak tahu Angga itu yang mana. Padahal, sudah lelah aku bersusah payah menjabarkan seperti itu tadi.

Sesampainya di rumah Dinsa, kami latihan. Dinsa dan Cana sepertinya canggung dengan Angga. Begitupun sebaliknya. Namun kami yang cowok biasa saja. Karena Ivan dan Made sering cangkruk bersamanya, Rio juga pasti pernah berkomunikasi dengannya saat sama-sama menjadi ketua kelas X dulu, dan aku sendiri sudah mengenalnya sejak SMP.

Latihan berjalan lancar, Angga dalam setengah hari penuh latihan bersama kami telah bisa menguasai lagu Treasure itu. Itulah bukti nyata bahwa Angga bukanlah setengah-setengah. Akhirnya, jadilah Made by The 90’s featuring Erlangga Arbi Prakoso.

******
Hari H MPDK. Aduh, Kawan, entah mengapa di mana pun aku berada terasa panas. Tak henti-hentinya badan ini gemetar dan keringat bercucuran. Bukan karena aku sakit, namun karena tegangnya luar biasa. Dag dig dug. Dag dig dug. Rasanya seperti hari pertama jalan bareng pacar atau gebetan. Itu perumpaan yang biasanya sering digunakan orang-orang. Aku hanya menjiplak saja.

Acara perpisahan ini pada malam hari, namun pada siangnya kami harus check sound terlebih dahulu. Kami pun datang ke gedung yang akan digunakan perpisahan malam nanti. Dan sialnya, aku lupa membawa STNK, alhasil aku tidak bisa parkir. Salah satu tindakan yang paling tidak perlu yang pernah terjadi dalam hidupku.

Namun untungnya semua itu beres. Kami berhasil check sound walaupun kami sedikit tidak puas dengan servis dari pihak sound system. Lalu akhirnya kami pulang menuju rumah masing-masing dan kembali pada malam hari untuk tampil.

******
Malam perpisahan kami bertempat di ICBC The Square Ballroom Jl. Basuki Rahmat, dekat sekali dengan pusat kota. Ehm, mungkin itu sudah pusat kota sebenarnya, hehe. Sama seperti yang aku deskripsikan, hall yang luas, megah, dekorasi cantik dengan panggung warna perak elegan, berkarpet beludru merah tebal dengan sedikit ornament emas yang meilingkar-lingkar, dan sangat pas sekali jika ditemani alunan musik akustik.

Aku bersama Rio datang jam setengah delapan malam. Kali ini aku tidak lupa membawa STNK, jadi aku bisa parkir dengan mudahnya. Dan bagi ku, datang jam setengah delapan malam ini entah mengapa cepat sekali menuju pukul 21.00. Tak terasa kami akan tampil, dan kami pun bersiap.

Setelah kami menunggu beberapa saat di backstage, MC memanggil nama band kami,
“Made by The 90’s!” dengan penuh semangat.

Kami, kecuali kedua vokalis kami, berhamburan masuk menuju panggung mempersiapkan alat musik. Ivan dengan gitarnya, Angga dengan bass-nya, Rio dengan gitarnya dan gitar Made, aku dengan cajon dan alat perkusi Made. Made sendiri, dia stand up comedy di depan sambil menunggu alat musik kami siap.

Saat itulah semua teman kelas kami maju mendekati panggung untuk melihat aksi kami. Oh, betapa senangnya hatiku. Dag dig dug-ku secara ajaib lenyap. Lalu dengan sendirinya muncul rasa enjoy dan tenang dalam diriku. Namun rasa ini juga membuat ku khawatir, salah-salah jika terlalu enjoy dan tidak fokus aku bisa membuat kesalahan. Namun, kehadiran mereka semua sangat membantu rasa percaya diriku. Lalu dibelakang teman-teman kelasku, berdiri seluruh teman cowok kami dari semua kelas, sungguh jiwa Smalane sejati.

Made selesai dengan aki stand up comedy-nya, lalu duduk di sampingku bersiap memainkan alat perkusinya. Sejenak setelah itu, dengan aba-aba dari Rio, kami masuk dengan intro kami. Intro yang aku sebut menghentak dan penuh dengan syncope itu, Kawan. Kedua vokalis kami belum masuk, dan pasti ini membuat para penonton heran.

Lalu setelah intro menghentak itu, masuklah ke intro lagu TikTok, dan saat itulah kedua vokalis kami masuk. Semua pasti terpana dengan suara mereka berdua berteriak-teriak menyapa penonton dengan ayu.

Seperti telah ku katakana padamu, Kawan, belumlah kami selesai dengan lagu kami, kami sudah menarik para penonton dengan kedua vokalis kami. Belum lagi dandanan mereka berdua yang tentu lebih cantik dari biasanya. Untuk masalah rambut yang di­-buntel-buntel melingkar itu, pastilah perlu waktu berjam-jam di salon.

Intro itu lewat, lalu masuklah suara vocal mereka berdua yang merdu. Verse Tiktok kami buat persis seperti audisi, namun refrain pertama kami ini langsung kami sambut dengan alunan melompat-lompat ala country. Kau pasti masih ingat. Alunan yang membuat ku sengsara dengan beat buatan Cana itu.

Ingat, performance kami ini merupakan medley dari tiga buah lagu! Oleh karena itu, ada beberapa bagian yang kami potong, lalu kami sambungkan dengan bagian lagu yang lain. Walaupun begitu, hasil medley ini masih menyentuh waktu selama delapan menit!

Sangat menguras tenaga. Namun lihatlah teman kelas kami yang telah berdiri di depan stage hanya untuk kami. Kami tak akan menyerah.

Setelah irama melompat-lompat itu, masuklah bagian di mana hanya suara Dinsa yang berbicara dan semua alat musik secara perlahan mengiringinya. Semakin lama semakin keras dinamikanya, lalu ketika sampai puncak semua berhenti dan hanya suara Dinsa yang menjerit merdu memberi fill-in.  

Setelah itu, kali ini Ivan yang memberi nada chord baru, dia mainkan chord itu beberapa saat lalu akhirnya disambung intro Sweet Child of Mine yang dipetik dari gitar Rio. Saat intro itulah, Made memberikan maracas dan tamborin padaku lalu ia mengambil gitar yang telah siap di belakangnya. Jika kau melihat videonya, pergerakan Made ini seperti master piece pertunjukan lagu ini.

Ketika intro mulai mengeras dan beberapa alat musik ikut bergabung, Made dengan gitarnya juga ikut bergabung. Namun gawat! Suara gitar Made terlalu keras dan menutupi suara alat musik yang lain, bahkan bisa menutupi suara vocal. Kritis!

Aku yang di sebelah Made dengan serta merta menurunkan volume pada gitar Made dengan salah satu tanganku. Made harus masih tetap memetik gitarnya, karena jika dia berhenti dan tiba-tiba saja suara yang ramai itu hilang, maka semakin kacau saja keadaan kami. Ini sempat membuatku bingung dan kewalahan, untung saja tidak terjadi kesalahan pada ujungnya.

Dan Dede, teman kami yang baik hati ini juga tanggap dan membantu kami membetulkan sound dibelakang kami. Tak terhitung betapa bersukurnya diriku dikelilingi teman-teman seperti Dede ini. Lalu dengan sendirinya, suara yang dihasilkan oleh alat musik kami kembali balance.

Cepat saja, hanya sekali verse dan sekali refrain dari Sweet Child of Mine ini dengan alunan yang lebih soft, lalu disambung intro lagu Just The Way You Are. Salah satu bagian kreasi terpenting kami, yaitu seperti para musisi Jazz yang berimprovisasi itu, tetap kami tampilkan. Pasti tak terhitung kekaguman pada Rio dan Ivan yang berhasil menirukan nada-nada dari dua vokalis kami.

Masuklah setelah itu melodi dari Made dengan melodi lagu Sweet Child of Mine yang asli, bukan melodi lagu Coldplay yang seperti sebelumnya. Overtune lagu Just The Way You Are-pun kembali kami tampilkan, lalu kami tutup dengan suara kedua vokalis kami yang merdu dan serta merta membelah malam itu. Delapan menit yang sangat mengagumkan! Dan kami yakin, kami telah memberikan kenangan tak terlupakan kepada para penonton!

Setelah itu, kami sedikit berganti formasi. Made yang ada di sampingku, bergeser agak ke tengah, karena nanti di samping ku akan di isi Angga dengan bass-nya. Saat itu pula kedua vokalis kami memanggil nama Angga yang telah menunggu. Angga naik ke panggung dan di sambut meriah oleh penonton. Kawan, bagaimana mau tidak meriah? H-3!

Intro segera saja masuk dari suara rhythm gitar Rio ditemani dengan beat bass cajon ku yang ku pukul sedikit cepat dan menghentak agar memunculkan kesan disco. Pertama mengalir pelan, semakin keras, dan pada bar terakhir semua alat musik ikut sejenak lalu diam serentak! Kembali setelah itu kedua vocalis kami yang mengambil alih.

Suara yang dihasilkan benar-benar sangat ingin membuatmu bergoyang, dengar satu-persatu suara bass yang dibetot Angga tanpa ampun, lalu diiringi melodi dari gitar Rio, dan ditemani suara gitar Ivan dengan nada-nada miring yang pernah ku ceritakan. Semua sangat selaras dan saling mengisi.

Lalu masuklah bagian refrain yang di mana ada satu bagian yang aku suka. Selain suara perkusi Made yang memainkan syncope pada cowbell dan tamborin pada alat perkusinya, bagian yang aku suka adalah saat akhir refrain. Alat musik dimainkan dengan setengah ketukan beberapa kali secara bersamaan. Terdengar sangat menyenangkan dan asik.

Lalu ketika memasuki verse kedua, kami memainkan alat musik kami mengikuti ketukan tempo secara bersama-sama sebanyak tiga kali. Lalu hening, dan aku memasukkan fill-in pada cajon –ku ditengah-tengah ketukan, lalu semua kembali secara bersama dengan ketukan yang sama. Begitu elegan dan mempesona.

Lalu ketika mencapai bar berikutnya, ketika semua alat musik tengah bermain, dan suara vocal pada saat puncak menghibur penonton, tiba-tiba semua berhenti, dan kali ini Angga member fill-in dengan suara bass yang khas. Saat itulah penonton menahan napas, dan kembali normal ketika semua alat musik kembali bergabung.

Lalu kami kembali ke refrain. Setelah kami melewati akhir refrain yang elegan itu, kami memasuki alunan beat bass cajon yang ditepuk satu-satu dengan iringinan suara gitar yang lembut dan suara Cana dan Dinsa yang mempesona. Alunan ini bertahan beberapa bar, lalu berganti dengan melodi gitar dari Rio yang mengagumkan.

Setelah Rio beraksi, kali ini giliran Angga. Dia memainkan not-not bass satu-persatu dengan irama yang menghentak cepat, dan aku ikut mengiringinya. Setiap satu bar, Angga dan aku berhenti, lalu bar berikutnya diisi melodi dari Ivan. Kami berdua ulangi not yang sama, setelah itu Made yang beraksi dengan perkusinya. Kami ulangi lagi, lalu Ivan kembali memukau penonton dengan isian melodinya lagi. Sama seperti kreasi kami tentang musisi Jazz itu, hanya saja ini tidak melibatkan suara kedua vokalis kami.

Setelah itu, suara kembali membahana. Semua alat musik masuk, dan ketika sampai puncak, kami kembali ke refrain. Sedikit berbeda, semua alat musik kembali diam dan hanya menegaskan ketukan refrain dan kami lebih menonjolkan suara kedua vokalis kami.

Lagu ini kami akhiri dengan chord refrain yang kembali diulang namun diisi suara senandung dari Cana dan Dinsa, berulang-ulang dan akhirnya berakhir ketika kami memainkan bagian yang aku suka itu. Bagian yang setengah ketukan dan dimainkan secara bersama-sama itu.

Lagu kami berakhir. Tak terasa target kami tercapai. Kami saling tersenyum satu sama lain. Tak terbayangkan band kelas yang awalnya terjadi karena Tragedi Trio Kwek Kwek. Lalu formasi lengkap kami yang ada bumbu perlombaan cantik-cantikan istri. Lalu bagian di mana band ini di ujung tanduk. Penentuan nama band yang sempat mempunyai nama Spicy Chicken Wings. Target memilih waktu prime time yang akhirnya bisa kami capai. Belum lagi permasalahan menentukan lagu yang tak ingin menyakiti hati sahabat sendiri. Hingga masih tak terbayang juga oleh kami mampu melewati permasalahan bassist H-3.

Tiga tahun bersama tak serta merta membuat kami mudah melewati hari-hari yang ada, namun justru membuat kami kerepotan dengan segala rintangan yang ada. Tapi itu semua tak serta merta membuat kami menyerah. Kami bersama, dan karena itulah kami sekarang berada di panggung yang luar biasa ini.

Kami maju bersama ke depan panggung, berdiri berjajar, saling merangkul pundak sahabat di sebelah kami, lalu kami tutup penampilan kami dengan memberikan sikap bungkuk hormat kepada para penonton.





Dari kiri ke kanan : Angga, Ivan, Made, Dinsa, Cana, Aku, dan Rio.

22 Jul 2013

Made by The 90's bagian 2

Lucu sekali mengingat sejauh ini tidak ada cerita mengenai asal mula nama band kelas ini. Dan memang pada kenyataannya aku sendiri lupa membuat cerita tentang asal mula nama band ini hingga cerita ini hampir selesai aku kerjakan. Namun untungnya aku ingat dan aku selipkan cerita asal mula nama band ini di antara kumpulan paragraf yang telah aku buat.

Sebagian orang berpendapat bahwa nama adalah doa. Namun ada juga orang yang berpendapat apalah arti sebuah nama. Menurutku, nama adalah kata yang membuatmu dikenal orang lain. Maka, sangat penting bagimu yang mungkin suatu saat nanti mempunyai tanggung jawab memberi nama untuk berpikir dengan sangat hati-hati tentang masalah nama ini.

Oleh karena itu, sangat tidak mudah untuk menentukan sebuah nama. Begitupun dengan kami, band kelas yang dikelilingi oleh kawan-kawanku yang luar biasa ini, tak mudah dalam menemukan nama.

Kami sudah memikirkan nama band ini sejak awal-awal pertama kami latihan berenam. Namun, namanya fix baru sekitar H-3 audisi. Aku masih belum menceritakan audisi ya, Kawan? Haha, sabar ya, pasti aku akan ceritakan kepadamu, Kawan.

Gambaran awal kami ketika menentukan nama band ini maunya  tidak jauh dari nama kelas kami. Karena nama kelas kami Pedass, maka kira-kira gambaran awalnya nama kami itu mengandung unsur segala sesuatu yang….pedas.

Pedass, jika aku tidak salah, awalnya itu kepanjangan dari Pemudi-pemuDa Sepuluh Satu. Namun, entah karena kami malas atau karena kami tidak kreatif, saat kami naik ke kelas sebelas, nama Pedass tetap digunakan. Kepanjangannya pun berubah menjadi Pemudi-pemuDa Sebelas Satu.

Saat kami naik ke kelas dua belas pun, nama Pedass tetap digunakan, dan kepanjangannya berubah menjadi Pemudi-pemuDa dua belaS Satu. Sangat maksa banget memang namanya, namun kemalasan kami berdua puluh sembilan ini lebih jauh mendesak dari pada mencari nama yang baru. Dan setelah ku pikir-pikir kembali, nama Pedass yang bisa berganti-ganti dengan fleksibel itulah master piece kekreatifan kelas kami yang sesungguhnya.

Karena nama kelas kami Pedass itu juga, sempat ada beberapa gambaran nama. Ada Lombok, cabai, hot, dll. Itu sebagai kata dasar utamanya, nanti ada tambahan kata lain. Jadi, misal Lombok kata dasarnya, terus ada tambahan kata lain. Mungkin jadi Enam Lombok atau mungkin Pulau Lombok. Namun sangat tidak cool sekali jika nanti MC teriak seperti ini,

“Mari kita panggil, Pulauuuuu….Lomboooookkkkk.”

Hingga akhirnya terbentuklah kata dasarnya spicy. Ini pilihan kata yang unik untuk dijadikan sebuah nama band. Dan spicy? Jarang sekali orang-orang berpikir untuk menggunakan kata itu.

Dan akhirnya, kau tahu, Kawan? Jadinya nama band ini waktu itu sempat menjadi Spicy Chicken Wings! Well, bagiku keren, bisa menjadi bahan guyonan juga. Lagipula nama Spicy Chicken Wings juga mengandung unsur kelas kami karena spicy juga artinya Pedass. Memang seperti nama merk atau trademark­ suatu produk makanan, namun biarlah, bagiku ini lucu dan menyenangkan.

Namun akhirnya, kami, ketika mendekati hari audisi, merubah nama Spicy Chicken Wings itu. Dan memang jika dipikir-pikir lebih baik seperti itu. Karena misalkan saja band kelas ini naik daun, aku tidak ingin dikenal sebagai Limpat Spicy Chicken Wings. Bagaimanapun anehnya penampilanku, aku seharusnya masih lebih menyerupai manusia daripada sayap ayam.

Kami beralih lagi mencari nama yang lain. Kami waktu itu melihat video sebuah band dari youtube yang menampilkan aransemen musik medley dari tahun-ketahun. Dari periode tahun 60-an, 70-an, 80-an, 90-an, hingga era millennium sekarang. Kami terkesan dengan penampilan mereka dari video itu, karena itu video worldwide, maka yang tertulis di setiap lagu terkenal di eranya itu 60’s, 70’s, 80’s, 90’s.

Mungkin itulah dasar pertama kami menjadi nama band yang sekarang. Lalu entah ide dari mana, besar kemungkinan ide ini terinspirasi dari kata-kata “Made in Indonesia”, akhirnya munculah nama band kami yang sekarang, Made by The 90’s. Awesome!

Kurang lebih artinya dibuat oleh orang-orang 90-an. Dan memang band kelas kami terdiri dari orang-orang yang lahir tahun 1994-1995. Jadi menurutku sendiri dan  kesimpulan ku pribadi, jika kami memainkan musik kami, maka musik kami ini dibuat oleh orang-orang 90-an.

Maka akhirnya, inilah kami, Made by The 90’s. Band kelas yang siap untuk membuat panggung elegan MPDK bergetar dan membuat para penontonnya tak sanggup melupakan momen malam perpisahan ini.

******
Sempat terjadi guyonan bahwa ini semakin menjadikan teman kami, yang aku kagumi seperti The Tight End, yaitu Made sebagai frontman band naik daun. Karena jelas sekali, ada nama Made dalam nama band kami, yaitu Made by The 90’s. Bahkan sempat muncul ide, sekalian saja namanya dirubah menjadi Made and friends.

******

21 Jul 2013

Made by The 90's bagian 1

Kawan, akan ku mulai ceritaku ini dari awal sekali. Di sekolahku, kita akan mempunyai teman sekelas yang sama selama tiga tahun. Berbeda ceritanya jika waktu kelas XI ada yang masuk kelas IPS, karena yang bersangkutan harus pindah kelas. Namun uniknya kelasku, tidak satupun dari anggota kelas kami yang memasuki kelas IPS.

 Jadinya terperangkaplah kami berdua puluh sembilan orang anak yang sama dalam satu kelas selama tiga tahun. Cukup bagus, karena selama kurang lebih tiga tahun itu kami bisa saling mengenal luar dalam. Ehm, mungkin kata “dalam” di sini artinya sifat ya. Oke pokoknya artinya seperti itu. Bukan arti yang macam-macam.

Tidak ada angin tidak ada hujan, ketika kami kelas XII, tiba-tiba munculah sebuah ide untuk membentuk sebuah band kelas. Ide ini sungguh sangat relevan, mengingat di kelas ku tak kurang dari enam anak yang bisa bermain gitar, bahkan ada lima anak juga yang ikut paduan suara sekolah.

Mengingat track record paduan suara sekolah kami yang telah go international, maka teman-temanku ini bukanlah orang sembarangan. Ide ini semakin menjadi nyata karena selama tiga tahun itu kami tak pernah mempunyai band kelas walau dengan stock bakat musik yang melimpah ruah.

Hingga akhirnya Rio temanku yang luar biasa ini bersama Ivan, mengajakku bergabung. Target band kelas ini adalah tampil di MPDK, acara perpisahan sekolah kami. Aku tahu ini semacam proyek ambisius, karena tampil di MPDK adalah sesuatu yang istimewa dan tak mungkin band kelas kami tampil seadanya. Dan tentunya proyek ambisius ini ingin meninggalkan kesan dengan gaya ketika tampil di MPDK. Dan aku sangat senang dengan proyek yang ambisius. Aku sambar dan akhirnya bergabung.

Ada alasan-alasan tersendiri bagiku mengapa langsung menyambar kesempatan ini. Dengan kemampuan setengah-setengah seperti ku, mengikuti sebuah proyek yang ambisius merupakan tantangan tersendiri. Karena dengan begitu setidaknya aku dituntut berkembang dan mampu mengikuti atau minimal mengimbangi mereka sehingga proyek ini terlaksana. Oleh karena itu, aku harus memberikan 110% kemampuan agar semua itu tercapai.

Alasan kedua, mengikuti sebuah proyek ambisius berarti mengikuti sebuah proyek yang terus hidup karena ada hembusan motivasi dari anggota di dalamnya untuk terus maju dan mencapai tujuan.

Sebenarnya kami juga mengajak Cahyo (bukan nama sebenarnya, nama sebenarnya Dwi Cahya S). Bukan tanpa alasan kami mengajak Cahyo, karena Cahyo adalah drummer terbaik kelas kami. Namun sayang sekali, kawanku yang flamboyant ini sudah bergabung dengan band lain, dan ada peraturan di MPDK bahwa ada larangan bagi siswa tidak boleh bermain lebih dari satu band. Di satu sisi peraturan ini benar karena bisa memberikan kesempatan bagi yang lain. Namun, di satu sisi ini adalah peraturan yang konyol. Haha, pendapat konyol itu mungkin karena aku merasa dirugikan. Akhirnya (baca : sialnya), aku mengisi posisi Cahyo.

******
Setelah ide band kelas ini berhembus kencang di kelas dan menjadi top trending topic kelas kami, haha, endak ya. Intinya setelah ide ini mencuat, beberapa anggota proyek ambisius ini telah direkrut, dan setelah mengerjakan UNAS, kami bertiga, Rio, Ivan, dan aku latihan untuk pertama kalinya.

Kami menyewa studio musik di daerah Dharmahusada, cukup dekat dengan pusat Surabaya. Studio ini semacam studio langganannya Rio, karena dengan kemampuannya yang hebat dalam memetik gitar, maka sudah sering baginya berganti-ganti band tergantung penawaran yang ada, dan ke studio ini mungkin baginya sama seperti frekuensinya pergi ke jamban saat bersama band-bandnya yang dulu. Sedangkan aku baru pertama kalinya ke studio ini, sama seperti frekuensiku melaksanakan khitan, hanya satu kali.

Awalnya aku berpikir bahwa ini adalah band yang keren. Lihatlah kami, terdiri dari tiga orang saja. Ini seperti band-band keren mancanegara lain seperti Nirvana, Muse, Sum 41 atau minimal seperti Blink-182, hehe. Lihatlah mereka, sudah berapa kali mereka keliling dunia? Berapa kali mereka mendapat piala penghargaan? Tak terhitung! Bahkan mungkin, frekuensi keliling dunia dan mendapat penghargaan mereka itu lebih banyak daripada frekuensi total anggota band mereka pergi ke jamban.

Namun, terkadang kenyataan tak semudah dan tak seindah mimpi. Alih-alih seperti Nirvana yang menginspirasi band terkenal lain, atau seperti Blink-182 dengan keberhasilan mereka mengenalkan musik punk ke kancah dunia, kami malah seperti Trio Kwek Kwek.

Tak berlebihan aku berkata seperti itu. Tapi sebenarnya, Kawan, akulah penyebab utama yang membuat band kelas yang awalnya keren seperti Sum 41 ini menjadi band kelas macam Trio Kwek Kwek.

Sering sekali dan tak terhitung kesalahanku dalam memainkan tempo ataupun beat drum. Tak berlebihan ku katakan waktu itu tempo drum ku berlari deras menuju selatan dan beat drum ku menari patah-patah menuju utara. Sangat tidak selaras.

Beberapa kali dicoba masih tetap sama. Mungkin ada sedikit perubahan di akhir sesi latihan, dari Indonesia tempo ku merangkak menuju selatan lalu berbelok menuju Australia sedangkan beat ku yang awalnya menuju utara, sekarang mulai berbelok ke Rusia. Namun Kawan, jika kau lihat peta dunia, sebenarnya itu sama saja dengan tidak ada perubahan dengan sebelumnya.

Sebenarnya kami tidak bertiga. Kami mengajak Made, temanku yang ditakdirkan berdarah campuran Bali ini juga dibujuk untuk ikut bergabung. Tapi waktu itu masih ku ingat, dia tidak datang karena alasan, “Males, panas’e van.” Begitu katanya pada Ivan. Well, tidak salah, memang panas waktu itu karena kami booking studio dari jam 12 hingga pukul 2 siang.

Lalu kami juga mengajak Dinsa, teman kelas kami yang ber-gender cewek dan menjadi bagian dari paduan suara sekolah kami. Kami sebenarnya waktu itu ingin mengkultusnya menjadi vokalis, tapi waktu itu Dinsa tak bisa datang. Tak tahu kami alasannya mengapa ia tak datang. Selidik punya selidik, jika ingatanku tidak salah, ternyata dia harus mengejar kereta ke Malang pada waktu itu.

Well, mengejar kereta juga bukan perkara mudah. Usain Bolt saja, yang katanya manusia tercepat, bisa kalah sama kereta! Gimana ceritanya Dinsa bisa ngejar kereta coba? Oke, mulai absurd. Fokus. Fokus. Sebenarnya aku ingin membuat cerita yang berkelas, Kawan. Tidak terlalu banyak selengekan seperti cerita-cerita lain. Ini aku curhat, Kawan. Cukup berat membuat cerita berkelas. Absurd. Fokus. Fokus. Oke, mari kita lanjutkan cerita kita. Karena mereka berdua tidak datang, Trio Kwek Kwek pun menggila.

Kami waktu itu menghubungi mereka berdua terus-menerus. Bahkan ketika jam sudah menunjukkan pukul 13.30, kami masih tetap menghubungi mereka. Padahal kalian tahu, Kawan, jika jam setengah dua itu berarti sudah mepet sekali dengan berakhirnya jatah booking-an studio kami. Namun, kami bertiga memiliki alasan yang kuat untuk terus menghubungi mereka. Oke, sebenarnya ini alasannya Rio, tapi aku juga mengamini alasannya. Bahkan aku adalah orang nomor satu yang membela alasannya Rio mati-matian.

Alasannya mudah ditebak namun sangat kuat dan tidak bisa digoyahkan dari seluruh penjuru mata angin, yaitu jika kami berhasil mengajak salah satu dari Made atau Dinsa, maka biaya urunan untuk menyewa studio tidakklah terlalu mahal.

Ini sangat penting. Sungguh. Biaya sewa studio musik per shift-nya (dua jam) sebesar empat puluh lima ribu rupiah. Itu berarti jika dibagi tiga, maka setiap orang dari kami harus merogoh kocek sebesar lima belas ribu rupiah. Bayangkan Kawan, Rp 15.000!

Dan itu tidak mudah bagi kantong atau dompet pelajar, yang kalian tahu, jika sekali kantong atau dompet itu dibuka, entah mengapa isinya bisa menguap dalam hitungan detik! Apalagi bagiku, lima belas ribu rupiah bisa berarti sama dengan makan pangsit dua setengah porsi (dengan asumsi harga pangsit enam ribu rupiah per porsi). Dan dua setenga porsi pangsit bisa sangat berpengaruh pada berat timbangan badanku yang perlu santunan lemak ini.

Namun pada akhirnya, kami, Trio Kwek Kwek yang mempunyai mimpi setinggi Nirvana, harus menelan pil pahit. Made dan Dinsa tak datang, lima belas ribu ku melayang, dan pangsit pun tak pernah datang.

******
Setelah tragedi Trio Kwek Kwek di medio bulan Mei, kami vakum kurang lebih seminggu. Tidak ada kabar. Mungkin karena kami trauma akan beat drum yang nyasar sampai daratan Eropa yang dingin di Rusia sana. Aku pun juga trauma.

Namun, entah dari mana munculah ide bahwa kita akan bermain akustik. Ide ini tidak buruk, justru keren, karena saat MPDK hampir keseluruhan siswa yang bermain adalah band. Namun akustik? ini sebuah gagasan yang luar biasa.

Bayangkan sebuah malam perpisahan di malam hari nan syahdu dengan setting di dalam sebuh hall yang luas dan megah, dinding-dinding hall dihias elegan dan cat warna-warni, lalu diiringi musik yang mengalun lembut dari petikan gitar akustik. Awesome! It will be so fabulous!

Lihatlah ini Kawan, kekuatan dari sebuah proyek ambisius. Ketika sebuah tragedi mengerikan terjadi, maka lihatlah hasilnya, ide gila luar biasa yang mengalahkan ide sebelumnya!

Well, sebenarnya aku ingin mencoba lagi posisi drum. Sekali lagi saja. Jika memang tak memuaskan, berarti kita akan tampil akustik. Namun entah mengapa aku urungkan niatku. Hingga akhirnya Ivan setuju tampil akustik. Aku pun setuju. Kawan, aku tak banyak bicara soal pendapatku di awal mula terbentuknya band ini, begitupun hingga formasi lengkap sekarang ini karena untuk dapat bergabung dalam proyek ambisius ini saja, aku sudah sangat bersukur.

Dan segera saja ide gila luar biasa ini segera kami wujudkan. Kami merekrut lagi beberapa teman kelas kami. Kami bisikkan mereka mimpi kami tentang penampilan akustik yang elegan nan penuh gaya dihadapan seluruh siswa sekolah kami plus guru-guru kami di MPDK. Kami janjikan mereka penampilan yang tak kan terlupakan di malam perpisahan ini.

Mereka tertarik, dan akhirnya Made dan Dinsa bergabung….ehm, well mereka sebenarnya memang sudah diajak sebelumnya dan bukan orang baru. Dan sebenarnya mereka juga setuju untuk ikut band kelas ini waktu tragedi Trio Kwek Kwek terjadi, hanya saja mereka tidak bisa datang waktu itu. Namun apalah artinya semua itu, intinya jadilah kami berlima.

Latihan pertama band akustik kami di rumah Rio. Waktu itu kami masih melihat-lihat beberapa pilihan lagu yang telah disiapkan oleh panitia MPDK. Kami melihat peluang bahwa pemilihan lagu lebih baik diserahkan kepada vokalisnya saja, karena jika vokalisnya sreg dan enjoy dengan lagu pilihannya, maka menyanyinya pun jadi enak. Dan kehormatan memilih lagu pun diserahkan ke Dinsa.

Lagunya ada Clock by Coldplay, TikTok by Ke$ha, Count On Me by Bruno Mars, Time Is Running Out by Muse, SebuahKisahKlasik by Sheila On 7, dan ArtiSahabat by Nidji. Entah mengapa Dinsa memilih TikTok. Kami pun setuju.

Setelah cukup lama kami berlatih di hari pertama ini, munculah ide lagi untuk menambah vokalis. Pertimbangannya agar suara vocal lebih ramai dan penguasaan panggung lebih menggigit. Kami semua menyetujui gagasan ini. Ah, Kawan, lihatlah ini kekuatan dari sebuah proyek ambisius, ide tak akan pernah habis!

Dan segera setelah disetujuinya ide ini, kami mengontak Cana, teman kelas kami yang juga mengikuti paduan suara sekolah. Sungguh luar biasa, dia menerima tanpa syarat dan terbentuklah formasi lengkap band kelas kami. Ivan dan Rio pada gitar, Made pada gitar dan perkusi, Dinsa dan Cana pada vocal.

Lihatlah teman-temanku yang luar biasa ini, Kawan. Ivandito Herdayanditya, yang biasa dipanggil Ivan, temanku yang luar biasa ini mempunyai kulit yang sedikit gelap. Bentuk wajahnya seperti acorn atau kacak oak, sedikit berbentuk kotak di bagian kepala lalu turun mengerucut hingga ke dagu. Bibir bagian bawahnya tebal dan mempunyai alis yang tipis.

Sejenak aku terkejut ketika bertemu dengan orang tua maupun adiknya, karena dia sungguh berbeda. Dan aku berpikir betapa Allah Mahabesar sehingga mampu membuat keanekaragaman genetik yang rumit dan menghasilkan individu baru yang bisa berbeda secara fisik dengan induknya. Namun walau begitu, dia merupakan salah satu kebanggan sekolah kami karena mampu bersaing di OSN.

Satu hal yang selalu ku kagumi dari temanku satu ini adalah pemikirannya. Tak jarang ketika aku, atau temanku menghadapi masalah, lalu komentar sana-sini, menyalahkan ini-itu, dan mengeluh sesuka hati, dia akan memberikan tanggapan yang berbeda. Dan dengan kata-kata ajaib dari mulutnya kita bisa menyadari bahwa pemikiran kita terlalu sempit sehingga berkomentar-komentar miring seperti itu. Mungkin bagi sebagian orang itu menyebalkan, namun bagiku itu adalah anugrah pemikiran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Terkadang aku malu pada diriku sendiri.

Tak sampai di situ, kekaguman utama ku pada Ivan adalah cara dia memetik gitar. Saat pertama kali aku dengar saat ia bermain gitar, suara yang dihasilkan mempunyai warna jazz-pop dengan perpaduan keroncong yang unik. Kurang lebih seperti RAN dengan nada miring-miring yang diperlihatkan. Sangat tak biasa, ganjil, dan mengejutkan. Baru pertama kutemui secara langsung orang yang memiliki warna musik seperti ini.

Ada hal yang selalu membuatku tertawa geli jika mengingat Ivan. Tak jarang dia selalu melakukan hal-hal yang tak perlu dan aneh, seperti orang kehilangan kewarasannya, sehingga meledakkan tawa kelas kami. Contohnya adalah perseteruannya dengan Made tentang…ah, aku ceritakan nanti saja, Kawan. Belum saatnya.

Gitaris kami satunya, Rio Pradana Manggala Putra, biasa dipanggil Rio, terkadang dipanggil koko oleh teman-teman cewek kelas kami. Tubuhnya berisi proposional, setidaknya tidak sekering diriku. Wajahnya bulat bersih dan hobi sekali berpotongan cepak hingga mendekati gundul. Akan sangat mirip sekali dengan biksu tong jika ia berpakaian biksu tentu saja. Jika aku melihat fotonya waktu kecil di rumahnya, maka aku teringat kue bolu bulat, yang lucu, sedikit pejal, dan mengenyangkan itu.

And what can I say about him? He’s the perfect one. Jika kau pernah membaca novel Laskar Pelangi dengan kepintaran Lintang yang luar biasa dan kehebatan Mahar dalam bermusik, maka, Rio, temanku yang satu ini mempunyai kedua bakat itu! Jika ku ceritakan padamu, Kawan, tentang betapa hebatnya kedua bakat akademis dan bermusik yang ia punya, maka inilah penjabaranku.

Kawan, tak pernah sekalipun, dia, selama tiga tahun sekelas dengan ku, rangking di bawah tiga besar! Sekolahku yang luar biasa menggila dalam hal kompetisi akademik, yang kalian jika teler sedikit maka akan langsung mencetat menempati urutan buncit, dan hal gila lainnya mengenai tugas-tugas menumpuk di sekolahku, maka itu semua tidak berlaku bagi Rio, dia tetap stabil di atas. Luar biasanya lagi, dia juga ikut paduan suara sekolah ku yang kondang itu. Belum sampai di situ, dia juga merupakan gitaris terbaik kelas kami. Dia pula yang frekuensi pergi ke studio musiknya sama dengan frekuensi pergi ke jamban.

Tak sampai di situ, guru les ku yang pernah mengenalnya saat SD pun mengatakan bahwa Rio adalah anak yang lengkap. Kata guruku itu dia waktu SD bermain piano, dan baru tahu kabar terbarunya lagi setelah ku ceritakan bahwa sekarang dia lebih sering bermain gitar. Dan kau tahu Kawan apa komentar guruku setelah aku bercerita tentangnya? “Oh, tambah lengkap ae Rio iku.”        (Oh, semakin lengkap saja Rio itu.)

Entahlah Kawan, pasti sangat beruntung sekali orang yang akan menjadi pendamping hidupnya suatu saat nanti. Ehm, mungkin aku berpikir terlalu jauh, mungkin yang paling relevan untuk saat ini adalah pasti bangga sekali menjadi kedua orang tuanya.

Dinsa Celia Putri, vokalis kami. Mudah ditebak jika panggilannya Dinsa. Wajahnya bulat manis dengan pipi nyempluk berisi, bibirnya kecil dengan deretan gigi rapi yang kecil-kecil lucu. Dan kenyataanya adalah dia memang calon dokter gigi. Sangat relevan antara gigi dan profesinya nanti. Dan itu bagus untuk membangun trust konsumen.

Jika saja dia lebih putih lagi, mungkin dia akan terlihat seperti orang Cina, namun dengan mata yang terbuka lebar, tidak sipit. Secara kesuluruhan, dia teman kami yang cantik, namun wajahnya lebih ke arah lucu menggemaskan, dan tak heran berkali-kali dia di hubungi cowok-cowok sok kenal yang ingin mendapatkan hatinya. Ciee…

Namun, Kawan, Dinsa bukanlah tipe orang yang haus akan suasana romansa nan aduhai dan cerita cinta picisan. Akan sangat lebih afdhol sekali jika kalian menjadi sahabatnya. Itu lebih indah, Kawan. Sungguh. Walaupun dia bukanlah tipe kepribadian yang terbuka, namun jika kau sudah mengenalnya maka tak segan ia berbagi cerita lucu dan pengalamannya, dan sering kali ceritanya itu dari mas-mas atau mbak-mbak saudaranya.

Satu hal yang aku heran dari Dinsa selama tiga tahun sekelas dengannya, yaitu adalah dia punya banyak sekali saudara mas dan banyak sekali saudara mbak. Misal ada mbaknya yang di kedokteran gigi, terus ada lagi yang di arsitektur, belum lagi mas saudaranya yang ini, terus yang itu, dll. Karena terlalu banyaknya, sehingga ketika dia bercerita tentang saudaranya, aku harus berpikir dulu, yang mana yang dimaksudkan olehnya.

Sering kali aku mengatakan padanya untuk memberi nomor pada mbak-mas saudaranya itu. Sehingga dengan begitu mudah diingat. Misalnnya mbak nomor satu itu berarti mbaknya yang di kedokteran gigi, terus mbaknya yang nomor dua di sini, dst. Begitu pula dengan saudara masnya, masnya yang nomor satu itu yang ini, masnya yang nomor dua itu yang punya ini, dst.

Terkadang timbul pertanyaan di otakku. Apakah jika diurutkan semua saudaranya jumlahnya sampai dua puluh? Atau malah lebih? Atau jangan-jangan sebenarnya mbak-mas nya hanya satu namun memiliki kepribadian ganda yang berbeda-beda? Ah, itu tak mungkin. Namun pertanyaanku yang lain tak pernah terjawab. Karena sampai sekarang Dinsa tak pernah mengurutkan mbak-mas saudaranya, meskipun telah berbusa-busa mulutku mendesaknya.

Cana Antyanta Dias adalah nama yang indah. Well, orangnya juga tidak berbeda dengan namanya itu. Cana adalah panggilannya. Jika boleh aku deskripsikan dan aku simpulkan dari kata teman-teman di sekitarku, maka Cana adalah manifestasi kecantikan yang sesungguhnya.

Wajahnya lonjong dengan kulit yang putih. Bibirnya lebar menggoda setiap kali tersenyum, matanya yang lebar ditemani alis yang tebal cantik. Tubuhnya tinggi langsing proposional dan jelas lebih tinggi dari ku. Jika boleh dibilang, tak kurang ia seperti Angelina Jolie sewaktu muda. Belum lagi kemampuannya bermain piano yang luar biasa. Aku yakin jika Cana membaca ini, maka mungkin dia akan merasa melambung seperti balon kelebihan helium, terus melayang menuju langit biru yang cerah, lalu pecah karena tak mampu menahan perasaan senang.

Tapi memang, Cana adalah primadona. Bukan hanya di kelas kami namun juga di sekolah kami. Saya juga heran kok kebetulan kelas ku yang ketempatan orang seperti ini. Belum lagi pribadinya yang supel. Tak heran jika kalian baru berkenalan dan kalian haus akan nuansa romansa (baca : jomblo kurang kerjaan), kalian tak akan cukup kuat mengalihkan pandangan mata dari wajahnya. Mungkin jika Cana masih meneruskan membaca ini maka sekarang pecahan balon itu meleleh karena panasnya pujian yang ia terima.

“Sudah cantik, tinggi, bisa nyanyi. Idaman wes.” Ya itulah kata-kata yang paling tepat menggambarkan Cana. Dan kata-kata itu dilontarkan oleh salah satu seorang juri ketika kami audisi. Tunggu. Aku belum menceritakan tentang audisi ya? Tenang, akan membutuhkan tempat tersendiri untuk menggambarkan audisi itu, dan masih belum saatnya, Kawan. Karena ada satu lagi temanku yang perlu kuceritakan padamu.

Namanya Made Dwi Andri, front-man band kami. Panggilannya adalah Made yang dibaca dalam bahasa Inggris. Kau pasti tahu maksudku, Kawan. Membaca Made itu seperti membaca kata made dalam kalimat I made a doughnut yesterday. Ya seperti itu,kau pasti tahu maksudku.

Bagiku? Made adalah bintang yang sesungguhnya. Lihatlah dia, dari semua kaum Adam yang ada dalam band kelas ini, dia yang paling atletis dan paling ganteng. Sungguh. Badannya yang tinggi dan kekar membuatnya jika mengenakan pakaian apapun terlihat keren. Sehingga tak heran jika cukup banyak cewek disekitarnya.

Tidak cukup sampai disitu. Made seperti utilities, serba bisa. Dalam permainan football America, maka dia seperti The Tight End (TE). Dan itu sangat penting dalam sebuah tim.

Kehebatannya, jika aku gambarkan seperti ini. Dia calon dokter gigi dan satu fakultas dengan Dinsa, pemain basket dan menjadi andalan sekolah kami, pebisnis yan berbakat, seorang stand up comedi-an, dan kau tahu apalagi, Kawan? Dia seorang pebalap slalom!

Mungkin kekurangannya hanya kulitnya yang sedikit gelap. Dan Made ini biasanya memiliki perseteruan dengan Ivan yang lucu dan seru mengenai siapa yang lebih putih diantara mereka berdua.

Entah dari mana dasar mereka berdua, tapi setiap kali mereka membandingkan, maka pemenangnya bisa berbeda-beda. Terkadang lebih putih Ivan, terkadang lebih putih Made. Dan inilah maksudku tentang kelakuan Ivan yang tidak perlu dan mengundang tawa.

Hasil pertandingan terakhir diantara Made dan Ivan adalah Ivan lebih putih. Namun Made berdalih dia jadi lebih hitam karena harus menekuni slalom lebih intens. Hingga akhirnya Ivan berceletuk,
“Eh, Made, ayoa tanding engkok ayu-ayuan bojoe*.”     (Eh, Made, berani tanding nanti pasangannya lebih cantik siapa?)
“Ayo, kapan? Saiki ta?”                                                                  (Ayo, kapan? Sekarang?)
“Yo gak, ngkok pas kawin.”                                                          (Ya tidak, nanti waktu sudah menikah)
“Walah van, tak pikir saiki..”                                                        (Oala van, aku pikir sekarang..)
*bojo dalam kamus anak muda Jawa bisa berarti pacar.
Sungguh perseteruan ini semakin menggila saja. Namun lucu luar biasa. Dan bahkan aku sampai sekarang bertanya-tanya apakah perlombaan tentang cantik-cantikan istri ini jadi terlaksana atau tidak.

Ada satu sifat yang selalu ku kagumi dari Made dan belum secuil pun aku mendekati sifat itu. Dia sangat loyal sekali pada kawan-kawannya. Jangan kau tanyakan padaku seperti apa loyalnya, karena tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Inilah band kelas kami. Inilah keunikan dan kehebatan masaing-masing kawan-kawanku. Dan lihatlah proyek ambisius ini. Begitu mempunyai potensi yang luar biasa besar.

Katakanlah saja olehmu misalkan ada penonton yang tak terlalu suka dengan musik. Maka, tak perlulah penonton itu mendengar musik kami, para penonton pasti sudah tertarik dengan kedua vokalis kami yang cantik, bahkan sebelum kami memainkan musik kami.

Atau katakanlah saja olehmu jika ternyata kaum Hawa yang tak tertarik dengan musik, dan itu berarti mereka tak tertarik dengan kedua vokalis kami. Maka Made  siap mengisi lubang ini. Atau jika para penonton memang ingin menikmati musik, maka biarlah Ivan dengan petikan khasnya dan Rio gitaris terbaik kelas kami yang akan menjawabnya.

******
Tak semua band dapat tampil dalam MPDK. Itu dikarenakan acara ini hanya berlangsung satu malam saja. Sehingga waktunya terbatas. Akibatnya, ada batasan kuota untuk band yang dapat tampil.

Kuotanya pun dibagi-bagi lagi menurut angkatan. Karena MPDK adalah acara perpisahan kelas dua belas maka kuota band untuk kelas dua belas pun lebih banyak.

Karena adanya batasan kuota tersebut, maka diperlukan semacam kualifikasi terlebih dahulu bagi band-band yang ingin tampil dalam MPDK. Dan kualifikasi itulah yang aku sebut audisi di atas tadi. Dan di audisi itu pula Cana ditaksir salah seorang juri.

Pada mulanya kami menargetkan tampil dalam MPDK dengan penuh gaya. Itu berarti target pertama kami adalah sekedar lolos audisi terlebih dahulu.

Selidik punya selidik, setelah pendaftaran audisi band ditutup, ternyata hanya ada empat band kelas dua belas, termasuk band kelas kami. Dan ternyata jumlah kuota band untuk kelas dua belas juga ada empat pula. Praktis, berarti keempat band kelas dua belas pasti dapat tampil dalam MPDK dan audisi hanyalah semacam formalitas belaka.

Kami senang dengan berita baik ini, setidaknya fokus utama kami sekarang adalah langsung tampil dalam acara MPDK. Namun ternyata kabar baik ini juga menyulut tantangan bagi kami. Karena audisi ini juga berperan penting dalam menentukan jadwal tampil band yang ada.

Maksudnya seperti ini, semakin tinggi nilai suatu band dalam audisi, maka semakin besar peluang untuk memilih jadwal tampil yang mereka inginkan. Sehingga serta merta kami menyambut audisi ini tidak sekedar acara formalitas. Karena kami, yang awalnya menarget untuk sekedar lolos audisi, kini target kami telah berubah ingin tampil prime time!

Kami ingin tampil pada waktu saat jam ramai. Maksudnya yaitu ketika para penonton sudah datang semua dan pada saat ramai-ramainya penonton. Berarti untuk dapat memilih waktu ideal tersebut, maka kami untuk amannya adalah harus mendapat nilai tertinggi dalam audisi.

Lihatlah ini, Kawan, kekuatan dari sebuah proyek ambisius. Lihatlah awal mula kami yang mempunyai target hanya sekedar lolos audisi, sekarang mempunyai target menjadi pendulang  nilai tertinggi dalam audisi. Semangat kami pun berkobar untuk audisi ini.

Karena kami kelas dua belas, bisa dibilang kami freelance untuk persiapan band-band ini. Namun bisa juga dibilang tidak freelance. Karena sebagaimana kalian tahu, kami juga harus mempersiapkan sekolah kami masing-masing untuk jenjang yang lebih tinggi.

Dan untuk dapat diterima dalam perguruan tinggi itu bisa melalui beberapa jalur. Salah satunya adalah jalur SNMPTN, atau dulu yang biasa disebut dengan jalur Undangan, atau dulunya lagi disebut dengan jalur PMDK. Ya, begitulah, Kawan, Indonesia adalah negara yang sangat fleksibel. Dan karena saking fleksibelnya, sering kali membingungkan masyarakatnya sendiri.

Inilah yang aku sebut freelance gak freelance. Karena jika ternyata kami, atau mungkin salah satu anggota dari band kami ada yang tidak diterima di jalur SNMPTN ini, maka yang bersangkutan harus mengejar melalui jalur tes tulis nasional. Itu berarti yang bersangkutan harus vakum sementara waktu dari kegiatan band.

Kami semua tentu berharap diterima di SNMPTN ini. Karena dengan begitu, akan memudahkan langkah kami untuk mencapai target kami yang baru. Namun, bagaimanapun juga kami harus memikirkan kemungkinan terburuk yang mungkin bisa terjadi.

Akhirnya, kami mempunyai time line beserta deadline-nya. Jika dihitung-hitung, maka kami mempunyai waktu sekitar dua minggu sebelum pengumuman SNMPTN. Jadi artinya kami harus menyelesaikan lagu-lagu kami dalam dua minggu.

Karena jika tidak diselesaikan dalam dua minggu itu, dan ternyata ada salah satu dari kami yang vakum, maka praktis anggota kami yang vakum tersebut hanya mempunyai waktu empat hari mempelajari semua lagu sebelum audisi. Sebenarnya bukan mustahil, namun untuk menghasilkan permainan musik yang bersih, empat hari merupakan waktu yang cukup singkat.

Hingga akhirnya dua minggu tak terasa terlewati. Dan dua minggu itu sebenarnya waktu yang lebih dari cukup untuk menyelesaikan dua buah lagu untuk kami audisi nanti.  Namun kenyataannya, biasalah anak muda, kami hanya menyelesaikan satu lagu, hehe.

Permasalahannya mulai dari tidak menemukan lagu yang bagus, hingga aransemen yang kurang menggigit. Muncul ide untuk me-medley (menggabungkan) beberapa lagu, namun masih belum menemukan lagu yang cocok untuk di di medley.

Sering kali kami menemukan lagu yang cocok bagi sebagian anggota, namun tidak cocok bagi sebagian anggota yang lain. Tiga tahun bersama tidak serta merta membuat semuanya menjadi mudah. Terkadang menjadi masalah yang rumit malah. Karena kami tidak ingin melukai sahabat kami yang telah bersama tiga tahun.

Dan apa yang menjadi kemungkinan terburuk kami menjadi nyata. Cana dan aku harus berjuang lagi melalui jalur tulis nasional. Kabar baik untuk Dinsa, Made, Ivan, dan Rio karena sudah memastikan perguruan tinggi mereka masing-masing. Namun sebaliknya bagi aku dan Cana. Dan menurutku secara keseluruhan, band kelas ini sedang diujung tanduk.

Dua hari setelah pengumuman SNMPTN, kami latihan lagi. Cana tak datang, dia sampaikan via telepon bahwa ia tak bisa datang hingga selesai ujian tulis nasional. Aku pun sebenarnya tak berniat datang, namun aku tak enak jika harus menyampaikannya via sms ataupun telepon. Aku ikut latihan hari itu untuk dapat menyampaikan persis apa yang disampaikan oleh Cana secara langsung.

Ditengah-tengah istirahat latihan, aku berbicara dengan tarikan napas yang sangat berat disetiap kata,
“Rek, sawangane aku gak isok melok latihan maneh mari ngene.”                             (Kawan, sepertinya aku tidak bisa ikut latihan lagi setelah ini.)
Suasana hening sejenak. Ivan memecah keheningan,
“Iyo bro santé ae, woles-woles.”                                                              (iya bro santai saja, tenang-tenang.)
Yang lain menimpali,
“Wes, masalah lagu gak usah mbok pikir, arek dewe ono akeh. Isoklah H-4.”        (Sudah, masalah lagu tidak usah kau pikirkan, kita ada banya. Bisalah H-4.)
Lihatlah kawan-kawanku yang luar biasa ini. Betapa kata-kata mereka sangat membesarkan hati.

******

3 Jul 2013

Muse Discography



Muse is the band from Devon, UK which formed in 1994. The band just have three members contain Matthew James Bellamy (guitarist, vocalist, keyboardist, also known as Matt Bellamy), Christopher Tony Wolstenholme (bassist, backing vocals, also known as Chris Wolstenholme), and Dominic James Howard (drummer, percussion, also known as Dom Howard). The band has six studio album and at this article, I’ll try to explain all of them, what the unique, etc. Check it out.
















1.       Showbiz

Track list:
1. Sunburn
2. Muscle Museum
3. Fillip
4. Falling Down
5. Cave
6. Showbiz
7. Unintended
8. Uno
9. Sober
10. Escape
11. Overdue
12. Hate This and I’ll Love You
*Bold typed are the singles of the album

This first album released in 4th October 1999. This first album, with the Muscle Museum as the third single and has been released as EP before, the critics said that Muse just like Radiohead at the time and have no identical character. All the songs, especially the singles from this album such as Muscle Museum, Unintended, Uno and Sunburn, has the same color with Radiohead songs. On the other hand, some observer said that Muse has quietly something difference with Radiohead refer to Cave singles that has a lot of effect in guitar and has a little funky style. So, there was some pro-contra about this first album and because of it the album just reached 29th position in UK album chart. Well, if you noticed, so it’s true that at the time, Muse just so mainstream and it can’t be denied that Muse influenced by the surrounding during the time. But naturally, this band still new in the music industry and the band just excluded their first color and style in music. By the time, for the next album they will do experiments and reveals their truly style.
















2.       Origin of Symmetry

Track list :
1. New Born
2. Bliss
3. Space Dementia
4. Hyper Music
5. Plug in Baby
6. Citizen Erased
7. Micro cuts
8. Screenager
9. Darkshines
10. Feeling Good
11. Megalomania
*Bold typed are the singles of the album

Origin of Symmetry is the second studio album from Muse which released in 17th July 2001. In this album Muse has some experiment due to critics of the music observer about their previous album. Muse wanted to show their eccentric and dark side of the band that didn’t appear in their first album. So this album is more progressive than before. New Born, Plug in Baby, and Bliss was the backbone of the album, and made it easier to created new songs based on it. They did some experiment of the music stuff, they had been using animal bones on Screenager. They also made classical music, Space Dementia. Especially classical music, in the future there will be some songs that have kind of genre. The result of this album, music observer recognize that Muse had something different and this album has reached 3rd position in UK album chart.

 














3.       Absolution

Track list :
1. Intro -
2. Apocalypse Please
3. Time Is Running Out
4. Sing for Absolution
5. Stockholm Syndrome
6. Falling Away with You
7. Interlude -
8. Hysteria
9. Blackout
10. Butterflies & Hurricanes
11. The Small Print
12. Endlessly
13. Thoughts of a Dying Atheist
14. Ruled by Secrecy
*Bold typed are the singles of the album

This album that released in 29th September 2003 made Muse lead as the other famous band. Absolution is the one of modern album and the song is easier to be listened. Stockholm Syndrome, the first single of this album was so popular. In this album too, Muse has transformed to make modern rock that can be listened by all of human being. It can be noticed by Time Is Running Out and Hysteria songs that was so fabulous at the time. Absolution was the beginning of Muse moves his style to more alternative, Thoughts of a Dying Atheist and The Small Print as the example. In Endlessly, Muse started use electronic sound. Both of the alternative and electronic sound will be appear more often in the future. Classical genre that was appeared in the previous album still not left behind, the example was Apocalypse Please. This album was, so real, made Muse well known over the world wide. And at the first time, Muse album could reach 1st position in UK album chart. Intermezzo, the making process of Stockholm Syndrome was using Piano.

















4.       Black Holes and Revelations

Track list :
1. Take a Bow
2. Starlight
3. Supermassive Black Hole
4. Map of the Problematique
5. Soldier’s Poem
6. Invincible
7. Assassin
8. Exo-Politics
9. City of Delusion
10. Hoodoo
11. Knights of Cydonia
*Bold typed are the singles of the album

Black Holes and Revelations released on 3rd July 2006. This album just made Muse more famous after Absolution. Because on this album, Muse made more experimental music, and it worked amazingly! The album just felt more funk, pop, and R&B. First, they tried soft music genre, pop. Yes, on this album, Muse made something new on their style in music. Their-pop rock was just felt very strong on Starlight single, even though it was not the first single of the album. The first single exactly Supermassive Black Hole that was listened like more funk and beat, and the alternative rock was amazingly sounds good on the song. Both of the singles, made Muse more well known for all the listener music and they got more fans after it. The electronic sounds that firstly appeared on Absolution, not felt bitter on this album. But, the existence of the sounds still could be guessed on Exo-Politics. Their Progressive rock and classical sound that was appeared on Origin of Symmetry at the first time, appeared again in Black Holes and Revelations which Invincible and Soldier’s Poem as example. In the future, both the classical and electronic sound will be have own album as a theme. Black Holes and Revelations had just reach 1st position UK album chart. By the way, Chris commented that the band listened to Islamic radio stations whilst writing the album and the progressive elements of that music influenced songs such as "Assassin".
















5.       The Resistance

Track list :
1. Uprising
2. Resistance
3. Undisclosed Desires
4. United States of Eurasia (+Collateral Damage)
5. Guiding Light
6. Unnatural Selection
7. MK Ultra
8. I Belong to You (+Mon Cœur S'ouvre à Ta Voix)
9. Exogenesis: Symphony Part 1 (Overture)
10. Exogenesis: Symphony Part 2 (Cross-Pollination)
11. Exogenesis: Symphony Part 3 (Redemption)
*Bold typed are the singles of the album

The fifth album of Muse, The Resistance, released on 14th September 2009. This album made Muse won the Grammy for Best Rock Album in 2011. As I said before on Black Holes and Revelations that classical and electronic sound will be appear on album as a theme, so this is the album that I’m talking about. And all of the songs of this album exists on my playlist! The Resistance is seriously so classical. With there a compilation song about 14 minutes on Exogenesis : Symphony. They used crunch organ for Unnatural Selection and made the theme of classical rock simply bitter. Matt was also lived in Italy that was belong to opera composer and tried to make a connection with his ghost whilst Matt was trying to create a song and hope some inspiration from the ghost. Even thought, the electronic sounds still appeared but not so bold, with the Undisclosed Desires single. The next album, the electronic sound will be as a theme and classical sounds will be lighter. The Resistance reached 1st position in UK album chart too.

















6.       The 2nd Law

Track list :
1. Supremacy
2. Madness
3. Panic Station
4. Prelude
5. Survival
6. Follow Me
7. Animals
8. Explorers
9. Big Freeze
10. Save Me
11. Liquid State
12. The 2nd Law : Unsustainable
13. The 2nd Law : Isolated System
*Bold typed are the singles of the album

The 2nd Law is the sixth album from Muse which released on 1st October 2012. Muse tried and made some radical changes in this album with a lot of electronic sounds. Indeed, a lot of effect guitars, basses, even drums used to compose the songs. The trailer from this album that count down the launching of the album, The 2nd Law : Unsustainable, was simply describe how the album will be, even though the trailer sounds funky at some parts of it. But, the second single, Madness, and the fifth single, Panic Station, clarify that electronic sounds, effects, distortion, and alternative rock was the base of the album. Classical and progressive genre still guessed, even there was some orchestra included, we can feel it in Supremacy and Survival. Survival is the official London 2012 Olympic song too. In this album, Muse raised a theme about technology and energy around the world, it can be found from the trailer. The result, this album reached 1st position in UK Album chart.