24 Jul 2013

Made by The 90's bagian 3

H-4 audisi. Aku belepotan dengan beat cajon-ku. Oiya, Kawan, jadi setelah tragedi Trio Kwek Kwek dan band kelas ini menjadi band akustik, aku jadinya memainkan alat musik cajon.

Cajon itu semacam alat musik ritmis pengganti beat drum dalam permainan akustik. Bentuknya kotak, mempunyai lubang di salah satu sisinya untuk mengeluarkan suara. Cara memainkannya yaitu kalian duduk di atasnya, lalu menepuk sisi yang berlawanan dengan lubang tadi dengan tangan.

Untuk menghasilkan suara yang berbeda antara suara bass dan snare drum, cara yang paling mudah adalah menepuk area yang berbeda di sisi kotak yang berlawanan dengan lubang tadi. Pengetahuan secuil itu aku dapatkan setelah les singkat (baca : nonton) di youtube saat aku menginap di rumah Rio.

Lagu kedua kami memiliki warna berbeda, sedikit nge­-pop. Dan ini yang membuatku belepotan. Beat-nya berbeda, dengan lebih banyak suara snare yang di-syncope. Syncope itu kira-kira beat setengah ketukan. Jadi jika biasanya kita memukul alat musik ritmis waktu tepat saat ketukan berdentum, maka syncope itu kita memukulnya saat diantara kedua ketukan berdentum.

Bagiku bukan masalah syncope-nya, namun lebih karena beat snare yang di- syncope. Jika bukan beat snare yang di- syncope , melainkan beat bass-nya yang di- syncope, maka aku pikir tidak akan terlalu membuatku kerepotan.

Menurutku, untuk menghasilkan warna lebih rock atau dark, maka mainkan pada variasi beat bass. Namun untuk menghasilkan warna yang lebih pop atau soft, maka mainkan pada variasi beat snare. Semua informasi itu hanyalah menurutku, Kawan, aku tak mengerti teori yang sebenarnya. Bisa dibilang itu semua bualan tak berdasar. Itulah akibat dari pembelajaran otodidak yang berkemampuan setengah-setengah.


Namun inti dari semua itu adalah aku belepotan mengejar ketertinggalan, terseok-seok di belakang.

******
Hari H audisi. Audisi ini bertempat di studio musik yang dekat dengan Jl. Arief Rahman Hakim dan dekat dengan Circle K, namun yang paling penting, adalah dekat dengan rumahku.

Kami mendapat urutan nomor satu untuk tampil terlebih dahulu di hadapan para juri. Bagus sih karena tampil dengan urutan awal itu berarti para juri masih fresh untuk mendengarkan musik. Beda jika mendapat nomor urut akhir-akhir, juri sudah bosan. Namun, menurutku tampil nomor urut satu tidaklah ideal. Karena pressure-nya besar sekali.

Ini tidak bagus bagi kami. Aku bisa merasakan kawan-kawanku yang luar biasa ini juga merasa ter-pressure dengan hebat. Mengingat aku masih juga sedikit belepotan, maka besar kemungkinan aku menjadi penyebab utama target kami tak tercapai. Oke, aku akui, akulah sebenarnya yang ter-pressure dengan hebat dan gemeter tidak karuan.

Bagaimanapun juga, mendapat urutan nomor satu merupakan kesalahan kami. Karena waktu TM kami dengan wajah tidak bersalah datang terlambat. Jadilah kami mendapat urutan nomor satu untuk tampil dihadapan juri.

Singkatnya kami sudah di dalam studio dan siap tampil di hadapan juri. Dinsa dan Cana memecah ketegangan dengan perkenalan singkat. Jika mungkin sahabat-sahabatku yang luar biasa ini mempunyai target masing-masing untuk tampil total, sedikit improvisasi, atau bahkan dengan sedikit gerakan badan agar terlihat keren, maka targetku hanyalah untuk tidak membuat kesalahan. Semudah itu. Mudah dikatakan namun setengah mati sulit dilakukan.

Lagu pertama kami adalah TikTok by Ke$ha. Lagu ini diawali dengan intro aransemen buatan Rio. Intro ini keren dengan beat yang menghentak dan banyak sekali syncope di dalamnya. Daya tarik utama intro ini pada syncope-nya dengan variasi setengah hingga dua per tiga ketukan. Membutuhkan waktu kurang lebih seminggu bagi kami hanya untuk menghasilkan permainan yang bersih dari intro ini.

Ketika intro ini lewat, maka muncul intro asli dari lagu TikTok. Tak berlebihan ku katakan jika transisi dua intro ini pasti membuat para juri manggut-manggut. Lalu ketika para juri dan beberapa panitia yang di dalam studio mulai menikmati musik, tiba-tiba secara serentak kami berhenti, dan serta merta-merta kedua vokalis kami yang mengambil alih mencuri perhatian para juri dengan suara merdu mereka.

Verse dan refrain pertama lagu ini kami buat biasa saja. Ini disengaja karena kami sudah menduga bahwa intro kami sudah cukup kuat untuk mengejutkan para juri. Lagi pula kami menyimpan kejutan kecil setelah ini.

Ketika memasuki bagian refrain kedua dan ketika para juri menduga bahwa tidak ada perubahan, tiba-tiba saja alunan musik berubah! Irama melompat-lompat seperti menaiki kuda merubah genre lagu ini. Irama country masuk dengan nyanyian refrain lagu yang asli diselingi backing vocal Cana yang melantunkan teriakan khas koboi. Para juri terkejut.

Irama melompat-lompat ini dibarengi dengan petikan gitar khas Ivan, lalu diselipi isian melodi gitar dari Rio. Tak cukup di situ, irama ini terasa semakin terasa dengan ketukan cepat Made memainkan maracas. Alunan cajon-ku berubah, aku memukul snare dan bass bergantian satu-persatu dengan cepat mengikuti ketukan maracas Made. Cana membantuku memberikan warna country dalam permainan cajon-ku ini. Dan saat latihan dulu, aku sempat belepotan dengan irama ini.

Sekejap semua terkejut, lalu dengan cepat saja refrain itu selesai. Disambung dengan bridge sebentar, lalu semua menjadi diam. Hening. Mengejutkan, memberi waktu para juri bernapas, lalu masuk dengan elegan suara vocal dari Dinsa diiringi rhythm gitar Ivan yang mengalir lembut.

Semua dinamika naik turun yang mengejutkan itu pasti membuat semua orang di dalam studio terpana. Walaupun wajah mereka menunjukkan rasa acuh. Namun aku yakin, ini pasti membuat mereka terkejut.

Suara Dinsa yang sudah tak perlu lagi diragukan kualitasnya, diiringi rhythm dari Ivan, perlahan-lahan semakin keras dinamikanya. Lalu perlahan-lahan masukklah gitar Rio, Made, dan aku. Semakin keras dan semakin keras. Lalu semua alat musik berhenti, dan hanya suara Dinsa yang melolong sendirian memberi fill­-in.

Ketika itulah, Rio, memainkan satu chord baru untuk mengawali overtune. Overtune itu semacam menaikkan nada dasar dalam lagu, Kawan. Lalu masuklah refrain yang di-overtune itu diiringi semua alat musik yang ada, gitar, cajon,maracas, dan tamborin. Meriah dan ramai. Penuh gairah suasana senang dan mempesona. Lalu setelah overtune itu, lagu pertama kami usai ditandai dengan lengkingan suara Cana dan Dinsa yang elegan.

Juri pun terpesona. Panitia terpesona. Kawan-kawanku bahagia. Namun, aku setelah ini akan merana.

Kami pun bersiap memainkan lagu kedua kami. Kawan, inilah yang membuat ku kawatir. Tak genap empat hari aku belajar lagu ini. Dan gladi bersih terakhir pun aku masih merasakan tanganku masih kaku.

Made mengambil gitar dan memberikan tamborin dan maracas padaku. Di lagu kedua ini, Made memang bermain gitar. Saat pertama kali aku mengetahui bahwa Made memainkan gitar pada lagu kedua ini, aku kawatir suara alat musik ritmis akan tertutupi. Namun, karena kawan-kawanku yang lebih berpengalaman ini tidak menunjukkan sikap keberatan, maka kusimpulkan bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata…..kenyataannya memang seperti itu, semua baik-baik saja.

Ketika aku ingin meminta waktu untuk menenangkan diri sebentar, Rio sudah masuk dengan intronya. Terlambat bagiku, perahu sudah berlayar dan  tidak mungkin kembali berlabuh dalam waktu dekat. Siap tak siap, inilah aku yang belum terlalu siap.

Intro ini spesial sekali, jika kau dengarkan secara seksama, maka akan terdengar seperti intro lagu Sweet Child of Mine milik Guns n’ Roses dan melodi dari lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars yang dicampur menjadi satu. Tak bisa dikatakan dengan kata-kata. Menghasilkan aransemen melodi ini pun pasti sangat sulit. Jika kau ingin tahu seperti apa, bisa kalian cari di Youtube.

Awalnya intro dari Rio berlari sendirian, lama-lama diikuti suara maracas yang aku mainkan. Semakin lama dinamika semakin naik, Ivan dan Made masuk dengan suara gitar masing-masing. Lalu Aku pun juga masuk dengan cajon-ku.

Beat Sweet Child of Mine yang rock, diubah menjadi beat yang lebih soft dan pop. Itu dikarenakan karena maksud kami yang akan menggabungkannya dengan lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars.

Tak kurang dari satu hari penuh aku membiasakan diri dengan beat ini. Dan inilah beat yang aku sebut banyak syncope pada suara snare drum-nya. Ini pula yang membuatku belepotan selama empat hari. Bahkan, saat gladi bersih kemarin, tanganku masih kaku melakukannya.

Dan lagi-lagi, Cana yang menemukan beat ini dan mengajarkannya padaku. Nilai moralnya, entah mengapa Cana sering kali menyulitkanku dengan beat-beat yang ia ciptakan. Walaupun aku akui, beat-nya keren, dan tak sembarang orang bisa membuatnya.

Untungnya, saat audisi ini, tanganku….masih kaku. Aku berusaha mati-matian agar tak kehilangan tempo dan beat. Fill­-in yang sudah aku latih dan aku urutkan selama dua hari latihan terakhir, serta merta lenyap. Akhirnya aku masukkan fill-in sesuka hati, asal tidak salah.

Dibeberapa bagian, bagi orang yang hanya memerhatikan suara cajon, maka akan terdengar aneh. Mereka pasti berkata, “Kok fill-in nya pembagiannya tidak sama?” Atau, “Lho, antara bar pertama dan bar kedua kok urutan fill-­in nya beda?”  Hahaha, apa daya ku, Kawan. Tangan ini sudah diluar kehendak. Jika dipaksakan, bisa-bisa bubar dan tidak pas ketukannya.

Hal yang spesial setelah ini akan terjadi. Setelah melewati refrain Sweet Child of Mine, serta merta musik memasuki intro lagi yang dibawakan oleh Rio. Lalu setelah intro yang mengalun lembut itu, masuklah verse pertama lagu Just The Way You Are.

Sama seperti lagu sebelumnya, verse dan refrain pada lagu Just The Way You Are ini kami buat biasa saja. Karena lagi-lagi, kami menyimpan kejutan kecil. Toh, bagaimanapun juga, me-medley kedua lagu tadi juga sudah merupakan kejutan yang tak terduga.

Selepas refrain, kami memainkan sejumlah chord dengan aliran yang lebih rock. Semua suara menjadi lebih keras dan tajam. Dan ketika alunan rock ini mulai mencapai puncak, semua alat musik terdiam. Dinsa serta merta menyanyikan nada-nada sendiri dengan suaranya. Setelah itu, Rio dengan gitarnya menirukan nada-nada yang dinyanyikan Dinsa. Begitu mempesona.

Selepas itu, alunan rock itu kami mainkan kembali. Lalu diam, hening kembali, semua alat musik diam. Cana kali ini yang menyanyi sendiri dengan nada-nada yang ia ciptakan. Lalu Ivan kali ini yang menggarap dan menirukan nada-nada Cana.

Kami ulangi lagi, alunan rock, suara Dinsa, lalu Rio menirukan. Alunan rock lagi, suara Cana, lalu Ivan menirukan. Kawan, nada-nada yang ditirukan tadi itu seperti penampilan para musisi Jazz yang biasanya improvisasi tak jelas tapi hasilnya luar biasa mempesona dan mencengangkan.

Lalu setelah itu, semua menjadi membahana, semua alat musik dimainkan dengan keras, Made memberi melodi pada bagian ini dengan lagu dari Coldplay. Mungkin bagimu terdengar ganjil, tapi jika kau lihat dan dengar sendiri, maka tak berlebihan ku katakan bahwa ini sebenarnya medley dari tiga lagu!

Setelah melodi dari Made itu, kembali lagi kami memainkan overtune. Refrain dari Just The Way You Are kami mainkan dengan menaikkan satu tangga nada. Semua membahana, Cana memberikan backing vocal dari lagu Sweet Child of Mine yang semakin menegaskan medley kedua lagu ini.

Lagu ini berakhir dengan nada dari Sweet Child of Mine yang dibuat lembut dan hanya menonjolkan suara Cana dan Dinsa. Alat musik yang lain mengalir pelan mengiringi suara merdu mereka berdua. Dan ketika mencapai lirik terakhir, pada bagian suku kata terakhir, kami memainkan chord terakhir pada lagu itu berulang-ulang.  Lalu dengan aba-aba ku, semua berhenti dan berakhirlah lagu ini dengan meninggalkan kesan yang luar biasa mendalam.

Setelah penampilan kami itu, kami keluar studio. Kami duduk-duduk di sofa depan studio dengan senyuman tertungging elegan di semua wajah kawan-kawanku ini. Mereka bercerita kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi, tertawa, dan tak habis pikir dengan apa yang telah kita lewati begitu luar biasa.

Hampir tiga puluh menit kami bercerita apa yang terjadi di studio tadi. Dan kesimpulan dari cerita kami itu adalah kami puas dengan penampilan kami tadi. Setidaknya kami telah memberikan standar tinggi bagi band-band yang lain.

Lelah kami bercerita, sekarang perut kami yang rewel. Makan. Itulah target kami selanjutnya. Untungnya target kami yang ini cukup mudah.

Segera saja, kami mampir ke Circle K. Dan sebagaimana bisa ditebak, kami yang cowok tidak beli apa-apa. Bagi kami ini hanyalah transit sebentar sebelum makan yang sesungguhnya. Seperti harus mampir dulu ke Singapura sebelum menuju Makkah dari Surabaya. Karena kami setelah ini akan menuju Soto Cak Har di daerah MERR Surabaya. Jadi kami para cowok praktis hanya menemani yang cewek untuk beli-beli makanan ringan sebentar.

Namun dugaanku salah, Made ternyata juga membeli snack. Besar curigaku Made bukan dari anggota kami yang cowok. Mungkin Made yang sekarang bukanlah Made yang dulu aku kenal.

Segera saja setelah cerita snack-snack ­itu, kami meluncur ke Soto Cak Har. Kami makan soto di sana, bukan makan nasi Padang yang seperti kalian duga. Kami bercerita ngalor-ngidul sambil makan, bersenda gurau, galau akan nanti hasil audisinya bagaimana, dan lain sebagainya. Lalu setelah itu kami kenyang dan kembali ke studio untuk melihat hasil audisi.

Sesampainya di sana, pengumuman belum keluar. Sebagaiamana yang telah kuceritakan pada mu, Kawan, hasil ini sangat penting. Semakin tinggi kau memperoleh poin, maka semakin besar kemungkinanmu untuk memilih waktu tampil. Dan lagi-lagi, hasil perolehan poin ini juga dibagi tiap angkatan. Jadi poin yang diperoleh band kelas X tidak saling berkaitan dengan poin yang diperoleh dengan poin band kelas XI atau band kelas XII. Jadi tiap band bersaing dengan band angkatannya masing-masing.

Tak lama setelah itu, pengumumang keluar. Kau tahu hasilnya, Kawan? Benar kau ingin tahu? Ah, Kawan, luar biasa sekali, kami, Made by The 90’s, band kelas yang unik, sempat diujung tanduk, dan penuh intrik kecil ketika menentukan lagu ini, dengan izin Allah memperoleh poin terbanyak dari angkatan kelas XII dan memperoleh poin terbanyak ketiga di klasemen keseluruhan.

Lihatlah kawan-kawanku yang luar biasa ini, bukankah mereka hebat, Kawan? Maka dengan itu, cukuplah bagi kami mendapat kehormatan pertama untuk memilih waktu tampil. Dan sebagaimana yang telah kami targetkan, kami ingin tampil prime time. Kami memilih tampil pukul 21.30 di acara MPDK yang keren itu.

******
Eforia karena telah mencapai target tidak serta merta membuat kami terlena. Target kami berikutnya telah menanti. Tampil di acara MPDK dengan elegan.

Kami ingin menampilkan lagu baru pada acara tersebut. Karena kami telah bosan dengan not-not dan nada-nada dengan lagu-lagu kami sebelumnya. Puluhan kali kami telah memainkan not-not itu selama latihan. Bisa bebal pikiran orang jika harus memainkan lagu yang sama puluhan kali.

Seperti biasa, vokalis kami yang akan memilih lagu-lagu baru tersebut. Namun tetap saja, memilih lagu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, satu hari sebelum latihan pertama pasca audisi, aku masih belum tahu lagu baru yang akan kita mainkan.

Dan keesokannya, ketika latihan pertama di rumah Dinsa itu, aku baru tahu bahwa kita akan memainkan lagu Treasure milik Bruno Mars dan ini merupakan rekomendasi Dinsa. Aku sebenarnya tidak tahu lagu itu seperti apa, bahkan aku baru mendengarkan lagu itu saat latihan pertama itu. Ini sangat katrok sekali, Kawan. Tapi biarlah. Biarlah seperti itu.

Lalu tiba-tiba saja, temanku Dirham Akbar Aksara, yang biasa dipanggil Dede, dari kelas XII-5 datang ke rumah Dinsa. Dan baru aku tahu juga jika ternyata kami mempunyai rencana untuk menambah bassist dan akan menjadikannya dalam penampilan kami seperti featuring. Seperti Made by The 90’s featuring Dirham Akbar Aksara.

Oke, aku baru tahu masalah featuring-featuring ini juga pada saat latihan pertama ini. Timbul pertanyaan di otakku, ini aku yang tidak ikut rembukan atau memang aku yang tidak mobile connection-nya? Aku tidak tahu. Aku juga tidak serta merta tanya-tanya kok aku baru tahu ini-itu. Itu perbuatan bodoh, Kawan. Aku ikut saja.

Kami mempunyai ide untuk menambahkan suara bass karena lagu Treasure ini memiliki irama yang mirip-mirip dengan disco. Begitu asik untuk bergoyang dan memiliki kharisma untuk meramaikan suasana. Mungkin permasalahannya adalah banyak orang yang belum mengenal lagu ini. Namun itulah tujuan kami, kami ingin memainkan sebuah lagu yang asik dan membuat penonton terpukau, lalu bertanya-tanya lagu siapakah ini. Jadi kami ingin orang mengenal lagu ini karena penampilan kami. Proyek ambisius ini luar biasa hebat.

Namun kami masih menemukan lagu pertama. Kami belum menemukan lagu kedua. Sama seperti sebelumnya, menentukan lagu bukanlah permasalahan mudah. Sebagian setuju yang ini, namun sebagian tidak. Hingga akhirnya H-5 MPDK diputuskan kami akan me-medley semua lagu audisi. Edan!

Dua hingga tiga kali kami latihan bersama Dede untuk lagu Treasure ini. Kami juga sudah klop dengan permainan bass Dede. Lalu permasalahan datang. Sempat muncul ide untuk sekalian saja tampil band, karena dengan suara bass dan irama disco itu akan lebih terasa dengan beat drum.

Semua menimbang ide itu. Aku terdiam sendiri. Tragedi Trio Kwek Kwek Kwek terbayang di kepalaku. Memang sempat ku katakan padamu bahwa aku ingin mencoba sekali lagi posisi drum. Lagipula irama disco ini tidak terlalu sulit, beat-nya cukup mudah, hanya perlu variasi permainan pada tangan di hi-hat dan simbal drum. Aku juga sudah berlatih drum lagi selama memainkan cajon ini.

Semua masih menimbang. Hati kecilku ingin mencoba namun juga sangsi akan permainan ku nanti. Hingga akhirnya, keputusan kami tetap bermain akustik dengan menggunakan cajon. Dan menurutku inilah adalah keputusan terbaik.

Tak sampai disitu, permasalahan kami yang lain mulai menunjukkan gelagatnya. Dede sudah terdaftar dalam band lain, dan sebagaimana yang telah kau tahu, Kawan, tidak boleh seorang siswa tampil dalam dua band berbeda. Menurutku ini peraturan yang konyol, karena ini lagi-lagi merugikan diriku. Sangat subjektif sekali.

Sebenarnya bisa saja kami cuek dengan peraturan itu, lagipula kami hanya ber main dengan Dede pada satu lagu. Namun, H-3 Dede memutuskan untuk tidak ikut karena masalah pribadi. Kami mengerti, dan kami merelakan kepergian Dede. Itu artinya sekarang, kami harus mencari seorang bassist baru yang freelance dan bisa ikut latihan dengan kami dengan sisa waktu H-3. H-3, Kawan!

Aku, Rio, Ivan dan Made berada di sekolah bersama Dede ketika keputusan bulat Dede itu terlaksana. Suasana menjadi frustasi dan kelam. Kami berempat bersama Dede akhirnya mencari bassist baru di sekolah saat itu juga. Cukup lama kami tidak menemukan, hingga kami akhirnya berhenti di depan pendopo sekolah. Suasana masih sangat frustasi.

Di depan pendopo sekolah, kami bertemu Habibur Rahman kelas XII-3. Habib adalah panggilannya. Kami menceritakan kesulitan kami, dan dia mengerti. Dia sebenarnya ingin membantu, namun apa daya, dia juga sudah terdaftar dengan band lain, satu band dengan Dede.

Tiba-tiba saja Erlangga Arbi Prakoso, biasa dipanggil Angga atau Tiwul, berjalan dekat kami. Lalu Habib berceletuk sambil memanggil,
“Jaken arek iki po’o. Weh, wul!”                                                                                               (Ajak anak ini aja. Eh wul!)

Singkat cerita, kami menceritakan permasalahan kami pada Tiwul, ehm, lebih enak Angga saja. Oke, jadi kami menceritakan permasalahan kami pada Angga. Lalu pada akhirnya kami juga mengajak Angga untuk mengisi posisi Dede. Angga ragu karena ini H-3. Namun aku yakin ia pasti bisa, aku mengenalnya sejak SMP dulu dan ia memang seorang bassist handal yang tidak berkemampuan setengah-setengah seperti ku.

Kami mendesaknya, Habib pun ikut memanas-manasi. Dan akhirnya Angga luluh juga. Dia bergabung. H-3, Kawan! H-3! Kekuatan dari sebuah proyek ambisius, saat semuanya seperti terlihat kacau dan frustasi, dengan izin Allah semua kembali normal. Seperti seberkas cahaya mentari yang terang di sela-sela awan yang telah mengalami badai hebat.

Hari itu juga kami meluncur ke rumah Dinsa untuk latihan dengan Angga. Ngomong-ngomong tentang badai, kami kehujanan saat pergi ke rumah Dinsa. Diperjalanan aku menghubungi Dinsa yang sedang menunggu Cana di Grand City, salah satu mall di Surabaya. Ku katakan padanya bahwa Dede fix tidak jadi ikut, dan kami mendapatkan Tiwul untuk mengisi posisinya.

Dinsa tak mengerti. Tiwul itu siapa? Makanan atau orang sih? Pasti itu yang ada dipikirannya. Aku khilaf. Seharusnya aku perkenalkan saja Tiwul itu sebagai Angga. Terus aku jabarkan Angga itu anak XII-2, yang bla bla bla, yang bla bla bla, dan bla bla bla, hampir rinci sekali ku jabarkan. Namun Dinsa tak membalas, besar curigaku dia tetap tak tahu Angga itu yang mana. Padahal, sudah lelah aku bersusah payah menjabarkan seperti itu tadi.

Sesampainya di rumah Dinsa, kami latihan. Dinsa dan Cana sepertinya canggung dengan Angga. Begitupun sebaliknya. Namun kami yang cowok biasa saja. Karena Ivan dan Made sering cangkruk bersamanya, Rio juga pasti pernah berkomunikasi dengannya saat sama-sama menjadi ketua kelas X dulu, dan aku sendiri sudah mengenalnya sejak SMP.

Latihan berjalan lancar, Angga dalam setengah hari penuh latihan bersama kami telah bisa menguasai lagu Treasure itu. Itulah bukti nyata bahwa Angga bukanlah setengah-setengah. Akhirnya, jadilah Made by The 90’s featuring Erlangga Arbi Prakoso.

******
Hari H MPDK. Aduh, Kawan, entah mengapa di mana pun aku berada terasa panas. Tak henti-hentinya badan ini gemetar dan keringat bercucuran. Bukan karena aku sakit, namun karena tegangnya luar biasa. Dag dig dug. Dag dig dug. Rasanya seperti hari pertama jalan bareng pacar atau gebetan. Itu perumpaan yang biasanya sering digunakan orang-orang. Aku hanya menjiplak saja.

Acara perpisahan ini pada malam hari, namun pada siangnya kami harus check sound terlebih dahulu. Kami pun datang ke gedung yang akan digunakan perpisahan malam nanti. Dan sialnya, aku lupa membawa STNK, alhasil aku tidak bisa parkir. Salah satu tindakan yang paling tidak perlu yang pernah terjadi dalam hidupku.

Namun untungnya semua itu beres. Kami berhasil check sound walaupun kami sedikit tidak puas dengan servis dari pihak sound system. Lalu akhirnya kami pulang menuju rumah masing-masing dan kembali pada malam hari untuk tampil.

******
Malam perpisahan kami bertempat di ICBC The Square Ballroom Jl. Basuki Rahmat, dekat sekali dengan pusat kota. Ehm, mungkin itu sudah pusat kota sebenarnya, hehe. Sama seperti yang aku deskripsikan, hall yang luas, megah, dekorasi cantik dengan panggung warna perak elegan, berkarpet beludru merah tebal dengan sedikit ornament emas yang meilingkar-lingkar, dan sangat pas sekali jika ditemani alunan musik akustik.

Aku bersama Rio datang jam setengah delapan malam. Kali ini aku tidak lupa membawa STNK, jadi aku bisa parkir dengan mudahnya. Dan bagi ku, datang jam setengah delapan malam ini entah mengapa cepat sekali menuju pukul 21.00. Tak terasa kami akan tampil, dan kami pun bersiap.

Setelah kami menunggu beberapa saat di backstage, MC memanggil nama band kami,
“Made by The 90’s!” dengan penuh semangat.

Kami, kecuali kedua vokalis kami, berhamburan masuk menuju panggung mempersiapkan alat musik. Ivan dengan gitarnya, Angga dengan bass-nya, Rio dengan gitarnya dan gitar Made, aku dengan cajon dan alat perkusi Made. Made sendiri, dia stand up comedy di depan sambil menunggu alat musik kami siap.

Saat itulah semua teman kelas kami maju mendekati panggung untuk melihat aksi kami. Oh, betapa senangnya hatiku. Dag dig dug-ku secara ajaib lenyap. Lalu dengan sendirinya muncul rasa enjoy dan tenang dalam diriku. Namun rasa ini juga membuat ku khawatir, salah-salah jika terlalu enjoy dan tidak fokus aku bisa membuat kesalahan. Namun, kehadiran mereka semua sangat membantu rasa percaya diriku. Lalu dibelakang teman-teman kelasku, berdiri seluruh teman cowok kami dari semua kelas, sungguh jiwa Smalane sejati.

Made selesai dengan aki stand up comedy-nya, lalu duduk di sampingku bersiap memainkan alat perkusinya. Sejenak setelah itu, dengan aba-aba dari Rio, kami masuk dengan intro kami. Intro yang aku sebut menghentak dan penuh dengan syncope itu, Kawan. Kedua vokalis kami belum masuk, dan pasti ini membuat para penonton heran.

Lalu setelah intro menghentak itu, masuklah ke intro lagu TikTok, dan saat itulah kedua vokalis kami masuk. Semua pasti terpana dengan suara mereka berdua berteriak-teriak menyapa penonton dengan ayu.

Seperti telah ku katakana padamu, Kawan, belumlah kami selesai dengan lagu kami, kami sudah menarik para penonton dengan kedua vokalis kami. Belum lagi dandanan mereka berdua yang tentu lebih cantik dari biasanya. Untuk masalah rambut yang di­-buntel-buntel melingkar itu, pastilah perlu waktu berjam-jam di salon.

Intro itu lewat, lalu masuklah suara vocal mereka berdua yang merdu. Verse Tiktok kami buat persis seperti audisi, namun refrain pertama kami ini langsung kami sambut dengan alunan melompat-lompat ala country. Kau pasti masih ingat. Alunan yang membuat ku sengsara dengan beat buatan Cana itu.

Ingat, performance kami ini merupakan medley dari tiga buah lagu! Oleh karena itu, ada beberapa bagian yang kami potong, lalu kami sambungkan dengan bagian lagu yang lain. Walaupun begitu, hasil medley ini masih menyentuh waktu selama delapan menit!

Sangat menguras tenaga. Namun lihatlah teman kelas kami yang telah berdiri di depan stage hanya untuk kami. Kami tak akan menyerah.

Setelah irama melompat-lompat itu, masuklah bagian di mana hanya suara Dinsa yang berbicara dan semua alat musik secara perlahan mengiringinya. Semakin lama semakin keras dinamikanya, lalu ketika sampai puncak semua berhenti dan hanya suara Dinsa yang menjerit merdu memberi fill-in.  

Setelah itu, kali ini Ivan yang memberi nada chord baru, dia mainkan chord itu beberapa saat lalu akhirnya disambung intro Sweet Child of Mine yang dipetik dari gitar Rio. Saat intro itulah, Made memberikan maracas dan tamborin padaku lalu ia mengambil gitar yang telah siap di belakangnya. Jika kau melihat videonya, pergerakan Made ini seperti master piece pertunjukan lagu ini.

Ketika intro mulai mengeras dan beberapa alat musik ikut bergabung, Made dengan gitarnya juga ikut bergabung. Namun gawat! Suara gitar Made terlalu keras dan menutupi suara alat musik yang lain, bahkan bisa menutupi suara vocal. Kritis!

Aku yang di sebelah Made dengan serta merta menurunkan volume pada gitar Made dengan salah satu tanganku. Made harus masih tetap memetik gitarnya, karena jika dia berhenti dan tiba-tiba saja suara yang ramai itu hilang, maka semakin kacau saja keadaan kami. Ini sempat membuatku bingung dan kewalahan, untung saja tidak terjadi kesalahan pada ujungnya.

Dan Dede, teman kami yang baik hati ini juga tanggap dan membantu kami membetulkan sound dibelakang kami. Tak terhitung betapa bersukurnya diriku dikelilingi teman-teman seperti Dede ini. Lalu dengan sendirinya, suara yang dihasilkan oleh alat musik kami kembali balance.

Cepat saja, hanya sekali verse dan sekali refrain dari Sweet Child of Mine ini dengan alunan yang lebih soft, lalu disambung intro lagu Just The Way You Are. Salah satu bagian kreasi terpenting kami, yaitu seperti para musisi Jazz yang berimprovisasi itu, tetap kami tampilkan. Pasti tak terhitung kekaguman pada Rio dan Ivan yang berhasil menirukan nada-nada dari dua vokalis kami.

Masuklah setelah itu melodi dari Made dengan melodi lagu Sweet Child of Mine yang asli, bukan melodi lagu Coldplay yang seperti sebelumnya. Overtune lagu Just The Way You Are-pun kembali kami tampilkan, lalu kami tutup dengan suara kedua vokalis kami yang merdu dan serta merta membelah malam itu. Delapan menit yang sangat mengagumkan! Dan kami yakin, kami telah memberikan kenangan tak terlupakan kepada para penonton!

Setelah itu, kami sedikit berganti formasi. Made yang ada di sampingku, bergeser agak ke tengah, karena nanti di samping ku akan di isi Angga dengan bass-nya. Saat itu pula kedua vokalis kami memanggil nama Angga yang telah menunggu. Angga naik ke panggung dan di sambut meriah oleh penonton. Kawan, bagaimana mau tidak meriah? H-3!

Intro segera saja masuk dari suara rhythm gitar Rio ditemani dengan beat bass cajon ku yang ku pukul sedikit cepat dan menghentak agar memunculkan kesan disco. Pertama mengalir pelan, semakin keras, dan pada bar terakhir semua alat musik ikut sejenak lalu diam serentak! Kembali setelah itu kedua vocalis kami yang mengambil alih.

Suara yang dihasilkan benar-benar sangat ingin membuatmu bergoyang, dengar satu-persatu suara bass yang dibetot Angga tanpa ampun, lalu diiringi melodi dari gitar Rio, dan ditemani suara gitar Ivan dengan nada-nada miring yang pernah ku ceritakan. Semua sangat selaras dan saling mengisi.

Lalu masuklah bagian refrain yang di mana ada satu bagian yang aku suka. Selain suara perkusi Made yang memainkan syncope pada cowbell dan tamborin pada alat perkusinya, bagian yang aku suka adalah saat akhir refrain. Alat musik dimainkan dengan setengah ketukan beberapa kali secara bersamaan. Terdengar sangat menyenangkan dan asik.

Lalu ketika memasuki verse kedua, kami memainkan alat musik kami mengikuti ketukan tempo secara bersama-sama sebanyak tiga kali. Lalu hening, dan aku memasukkan fill-in pada cajon –ku ditengah-tengah ketukan, lalu semua kembali secara bersama dengan ketukan yang sama. Begitu elegan dan mempesona.

Lalu ketika mencapai bar berikutnya, ketika semua alat musik tengah bermain, dan suara vocal pada saat puncak menghibur penonton, tiba-tiba semua berhenti, dan kali ini Angga member fill-in dengan suara bass yang khas. Saat itulah penonton menahan napas, dan kembali normal ketika semua alat musik kembali bergabung.

Lalu kami kembali ke refrain. Setelah kami melewati akhir refrain yang elegan itu, kami memasuki alunan beat bass cajon yang ditepuk satu-satu dengan iringinan suara gitar yang lembut dan suara Cana dan Dinsa yang mempesona. Alunan ini bertahan beberapa bar, lalu berganti dengan melodi gitar dari Rio yang mengagumkan.

Setelah Rio beraksi, kali ini giliran Angga. Dia memainkan not-not bass satu-persatu dengan irama yang menghentak cepat, dan aku ikut mengiringinya. Setiap satu bar, Angga dan aku berhenti, lalu bar berikutnya diisi melodi dari Ivan. Kami berdua ulangi not yang sama, setelah itu Made yang beraksi dengan perkusinya. Kami ulangi lagi, lalu Ivan kembali memukau penonton dengan isian melodinya lagi. Sama seperti kreasi kami tentang musisi Jazz itu, hanya saja ini tidak melibatkan suara kedua vokalis kami.

Setelah itu, suara kembali membahana. Semua alat musik masuk, dan ketika sampai puncak, kami kembali ke refrain. Sedikit berbeda, semua alat musik kembali diam dan hanya menegaskan ketukan refrain dan kami lebih menonjolkan suara kedua vokalis kami.

Lagu ini kami akhiri dengan chord refrain yang kembali diulang namun diisi suara senandung dari Cana dan Dinsa, berulang-ulang dan akhirnya berakhir ketika kami memainkan bagian yang aku suka itu. Bagian yang setengah ketukan dan dimainkan secara bersama-sama itu.

Lagu kami berakhir. Tak terasa target kami tercapai. Kami saling tersenyum satu sama lain. Tak terbayangkan band kelas yang awalnya terjadi karena Tragedi Trio Kwek Kwek. Lalu formasi lengkap kami yang ada bumbu perlombaan cantik-cantikan istri. Lalu bagian di mana band ini di ujung tanduk. Penentuan nama band yang sempat mempunyai nama Spicy Chicken Wings. Target memilih waktu prime time yang akhirnya bisa kami capai. Belum lagi permasalahan menentukan lagu yang tak ingin menyakiti hati sahabat sendiri. Hingga masih tak terbayang juga oleh kami mampu melewati permasalahan bassist H-3.

Tiga tahun bersama tak serta merta membuat kami mudah melewati hari-hari yang ada, namun justru membuat kami kerepotan dengan segala rintangan yang ada. Tapi itu semua tak serta merta membuat kami menyerah. Kami bersama, dan karena itulah kami sekarang berada di panggung yang luar biasa ini.

Kami maju bersama ke depan panggung, berdiri berjajar, saling merangkul pundak sahabat di sebelah kami, lalu kami tutup penampilan kami dengan memberikan sikap bungkuk hormat kepada para penonton.





Dari kiri ke kanan : Angga, Ivan, Made, Dinsa, Cana, Aku, dan Rio.

1 komentar:

  1. Really cool writing.

    Dan tulisan ini (beserta para pendahulunya yang bijak) mengingatkan saya pada proyek ambisius saya dan kawan-kawan. Trio yang bahkan tidak pantas disamakan dengan Trio Kwek-Kwek. Band yang masih perlu banyak latihan lagi untuk menggapai ambisi-ambisi gilanya menguasai dunia. Hahaha.

    Mimpi anak muda. Tanpa mimpi, bisa apa anak muda.

    BalasHapus